Bang Doel Jadi Gubernur (Sebuah Catatan)

Lagi iseng nunggu temen, mendadak nemu komputer nganggur yang bisa dipake online. Marilah kita berbicara melalui kata, lewat tulisan. sekedar berpendapat, yang semoga bisa menjadi sedikit sumbangsih pemikiran bagi banyak orang.

12 Agustus 2015 kemarin menjadi hari yang sangat riuh di Indonesia ini. Segenap media massa berlomba-lomba menggempur istana. Perombakan kabinet menjadi sorotan banyak pihak. Akan tetapi, ada satu momen yang justru sedikit terpinggirkan, yang juga terjadi di istana pada waktu yang hampir bersamaan. Pelantikan Plt. Gubernur Banten menjadi Gubernur definitif, yang akan menghabiskan jabatan tersebut di awal 2017.

Si Doel anak sekolahan kini menjadi gubernur, tentunya berkat doa dari Enyak, Atun, Mandra, dan keluarga yang lainnya. Betapa bahagianya Babeh bila beliau melihat anaknya yang tukang insinyur sekarang bisa menjadi pemimpin di suatu daerah. Sebuah impian jadi kenyataan buat keluarga si Doel. Meski terkenal sebagai anak betawi, tapi si Doel menjadi gubernur di daerah tetangga. Hal ini bukan masalah, toh orang betawi kini telah terpinggirkan dan tinggal di pinggiran Jakarta, di Tangerang Selatan misalnya, yang memang termasuk ke dalam provinsi Banten.

Sejak berdirinya Banten menjadi provinsi di awal milenium baru, proses pemisahan tersebut sepertinya belum membuahkan hasil yang dicita-citakan. Sebuah proses panjang yang diceritakan Alm. E. Iwa Tuskana dalam karyanya "Sekapur Sirih Perjalanan Panjang dan Kronologis Terbentuknya Propinsi Banten 1953 - 2000", dimana beliau mengharapkan perpisahan Banten dari Jawa Barat akan menjadikan Banten lebih sejahtera lagi, ternyata belum mendekati kenyataan. Halaman-halaman yang menyoroti kemiskinan di daerah Banten selatan hanya berpindah dari koran Pikiran Rakyat, menuju koran Kabar Banten. Belum banyak berubah, yang berbeda hanya saat ini kemiskinan Banten menjadi konsumsi publik Banten itu sendiri, dan tidak menjadi bahan olok-olok warga Bandung.

Pergantian kepemimpinan provinsi Banten selalu diawali dengan mencuatnya sebuah kasus pidana. Mantan Gubernur Banten hasil pemilihan DPRD Banten, Alm. Djoko Munandar digantikan Rt. Atut setelah yang bersangkutan terlibat kasus pidana. Begitu juga proses peralihan Rt. Atut menuju Rano Karno saat ini. Semoga kejadian ini tidak berulang di kemudian hari.

Pertanyaannya, akankah kejadian ini berulang? Kemungkinan ke arah sana memang ada. Si Doel diisukan terlibat kasus suap pada proses pilkada langsung 2011, yang juga telah menjerumuskan Rt. Atut ke penjara. Namun, masalah sesungguhnya adalah kondisi Banten saat ini. Untuk kesekian kalinya BPK memberikan nilai disclaimer untuk APBD Banten, menjadi hal yang harus disikapi oleh bang Doel.

Hari ini, 13 Agustus 2015, adalah hari pertama Rano Karno menjalankan tugas sebagai gubernur. Keterbatasan langkah kebijakan yang dilakukan saat Rano menjadi Plt. bukan lagi menjadi alasan untuknya melakukan sebuah tindakan nyata demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten secara umum. Gubernur yang memiliki kewenangan lebih dibandingkan warga Banten biasa, yang bisa memutuskan apa yang terbaik bagi semua stakeholder yang ada di bumi Banten ini.

Bisakah si Doel menjadi seorang pemimpin yang bisa diandalkan? Melihat apa yang telah Rano Karno kerjakan selama setahun lebih menjadi Plt. Gubernur, banyak pihak pesimis dengan kemampuan bang Doel. Apa lagi masih ada pihak-pihak yang merasa enggan bekerja sama dengan Rano karena ia bukan putra daerah asli Banten, yang dianggap tidak tahu banyak tentang kondisi Banten. Sebuah isu usang yang terus diangkat, demi mempertahankan karakter primordial sebuah wilayah. Rumit, tapi seorang pemimpin memang menjadi sosok yang seharusnya paling paham dengan gelagat seperti ini. Apa lagi Rano Karno adalah seorang seniman yang tentunya mengerti tentang budaya. Hal yang mesti diingat, ini bukan betawi, tapi banten, sebuah kultur yang berbeda, dengan keseharian Cinere - Gandul.

Doel kini bukan hanya harapan Babeh, Enyak, Atun, Mandra, dan Sarah, juga Zaenab saja, tetapi jadi harapan banyak pihak yang telah memperjuangkan terbentuknya Banten menjadi sebuah provinsi yang mandiri. Jika memang tak bisa bekerja dengan layak sebagai pemimpin baru di Banten, lebih baik bang Doel pergi ke Natuna saja.

Tulisan ini bukan bentuk dukungan atau ancaman, hanya sebuah catatan untuk mengingatkan adanya sebuah peristiwa politik yang baru saja terjadi, yang menurut gue krusial untuk provinsi Banten ke depannya.

Kebetulan temen gue udah dateng, gue cabut dulu. Sampai jumpa di tulisan lainnya. Adios, salam olahraga!

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"