My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

Judul: The Blackside: Konspirasi Dua Sisi
Penulis: Wenny Artha Lugina
Penerbit: Bentang (PT Bentang Pustaka)
Tahun terbit: 2014, Februari
Nilai (antara 1 sampai 9): 8
Cover:

Judul novel ini yang membuat gue tertarik buat nyomot ini novel dari rak buku di salah satu toko buku terkenal. Embel-embel ‘Konspirasi Dua Sisi’ menjadi daya tarik buat gue. Teori konspirasi memang menjadi salah satu hal yang menarik untuk diikuti. Apa lagi novel hasil karya dalam negeri, gue sangat mengapresiasi hal tersebut. Novel ‘The Blackside’ ini adalah karya novel pertama dari mbak Wenny Artha Lugina. Salah seorang penulis yang gue follow twitternya nih guys di @wenndays. Tapi, akhir-akhir ini beliau sudah jarang menunjukan eksistensinya di dunia perkicauan hehe. Salah satu penulis muda yang memberikan inspirasi, yang mencari ilmu hingga ke negeri Cina. Eh, maksud gue mencari ilmu hingga ke negeri Tiongkok.

Novel ini bercerita tentang Farah Alicia, seorang anchor muda di salah satu televisi terkemuka di negeri ini: Gold TV. Gemilang karir di dunia televisi, mempertemukan Farah dengan salah satu tokoh pejabat terkemuka. Chandra Adi Prayogo, seorang Menteri Sosial, sosok pejabat yang menginspirasi. Chandra kemudian diundang sebagai salah satu narasumber di sebuah acara Gold TV yang dipandu oleh Farah. Pertemuan itu akhirnya membawa mereka berdua ke dalam petualangan cinta. Cinta buta dimana Farah menderita dibuatnya. Di sisi lain, Chandra diprediksi menjadi salah satu calon presiden alternatif di pemilu yang akan datang. Namun, ia dijebak oleh saingan politiknya yang ternyata bekerjasama dengan orang dekat sang menteri. Chandra dituduh korupsi, sehingga kans untuk mencalonkan diri di pemilu presiden berikutnya tertutup sudah. Apa yang berikutnya terjadi pada Farah dan Chandra? Monggo dibaca novelnya.

Novel yang menarik. Intrik dan persaingan politik negeri ini coba digambarkan secara fiksi oleh penulis. Mbak Wenny menyatakan di awal pembukaan novel ini, bahwa ia sendiri cukup jengah dengan kondisi politik di negeri ini yang tak pernah memikirkan nasib rakyat. Para politisi saling sikut, saling sandera satu sama lain dengan senjata berbagai kasus yang pernah terjadi. Pejabat berduyun-duyun menyalahgunakan jabatan, sibuk memperkaya diri sendiri. Novel ini menyuguhkan salah satu skenario yang amat sangat mungkin terjadi di dunia perpolitikan kita. Mbak Wenny seakan mengambil cerita ini dari salah satu pengalaman nyata koleganya, sehingga terkesan nyata. Jangan-jangan hal yang kayak gini beneran terjadi?! Ah, mungkin hanya spekulasi gue aja hehe.

Sungguh menjadi suatu hal yang mengerikan jika kondisi politik Indonesia di dunia nyata terjadi seperti apa yang dituliskan di novel ini. Keserakahan para pejabat yang tidak mau kehilangan kekuasaannya, hingga menjatuhkan calon pesaing yang mungkin muncul ke muka publik, terasa miris buat gue. Jika terjadi hal yang demikian, lantas posisi rakyat yang percaya terhadap mereka ada di mana? Apakah peluang yang muncul ketika sedang menjabat, atau memang niat mereka yang buruk sedari awal, yang membuat mereka akhirnya menyelewengkan jabatan? Intinya, semoga karya mbak Wenny ini hanyalah fiktif belaka, dan kesamaan nama dan tempat hanya merupakan kebetulan.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"