The Beginning of Soundtracks

Musik adalah sesuatu yang selalu menjadi teman setia di hidup gw. Dari sejak bayi musik seakan udah jadi soundtrack aja gitu dalam setiap suasana. Bahkan gara-gara musik gw bisa kenal sama yang namanya bahasa Inggris dan Jepang. Mungkin efek dari sering nonton anime dan denger radio dari sejak kecil kali...
Terima kasih kepada keluarga gw yang sejak gw lahir megenalkan musik, buat gw itu sangat berharga banget. Masih ada dalam ingatan gw, Bapak selalu mendengarkan lagu-lagu evergreen 1960an sampai 1980an sebelum beliau berangkat kerja. Begitupun Ibu, beliau hobi banget yang namanya ngedengerin radio, dimana musik-musik yang sedang up to date pada masanya, diputer terus-menerus seharian. Bikin gw gak ketinggalan soal info lagu-lagu yang lagi naik daun (ulet kali ah...).

Musik selalu menjadi backsound di setiap kegiatan gw dari sebelum gw masuk sekolah dulu. Usia 4 tahun gw udah berkhayal pengin jadi penyanyi terkenal dan akhirnya gak kesampaian! TK menjadi tempat dimana gw mengawali mengasah vokal. Merasa vokal gw diatas rata-rata (namanya juga perasaan...), membuat gw sering tampil bernyanyi di depan kelas, dan ketika nyanyian gw gak bisa diberhentikan oleh Guru TK, kemudian beliau mengusir gw keluar kelas, gw pun jadi 'agak' sering bernyanyi di luar kelas.

Masa gw SD lebih seru, gw bisa mengenal musik lebih dalam, dimana ada pelajaran kesenian yang memotivasi gw untuk lebih paham tentang musik itu sendiri. Seperangkat alat gamelan sunda, pianika, suling bambu dan suling recorder adalah alat musik yang sangat akrab dengan pelajaran kesenian SD waktu itu. Membuat gw berkata: "ini dunia gw!" Walaupun kata-kata itu sering gw ucapkan ketika gw nonton anime, baca manga, main tamiya, main bola, dsb. Memang benar-benar sebuah inkonsistensi.

Masa SMP adalah masa yang paling indah, dimana gw mulai mencoba mengarang lagu, yang liriknya berisi khayalan anak-anak yang ingin menjadi monster yang bisa membunuh Power Ranger dan Ultraman. Gw sangat pede menyanyikan lagu gw sendiri diiringi musik yang dimainkan oleh teman-teman gw, yang gw baru tau itu namanya 'band' setelah beberapa lama gw menjadi bagian di dalamnya, karena gw selalu menyebutnya 'grup', atau 'regu', atau 'tim'? Atau mungkin 'klub'? Entahlah, gw lupa. Pokoknya gw bernyanyi dengan suara yang sangat tidak merdu! Yah, yang penting pede, bener ga?!

Mengenal wanita membuat gw semakin kreatif merangkai kata-kata. Namun gw sebagai penyanyi dan pencipta lagu dianggap tidak keren, karena gw tidak bisa bermain gitar. Gw bukan 'satria bergitar'! Cewek SMP pada saat itu menganggap seorang lelaki muda, macho, tanpa kumis, tanpa bulu kaki dan bisa bermain gitar adalah cowok idaman. Mungkin gambarannya seperti Rhoma Irama dengan gitar 'buntung'-nya, tapi tanpa bulu gitu deh.

Lucunya, gw baru mendalami pelajaran bergitar saat gw lulus SMP, telat banget kan?! Itu terjadi karena cita-cita gw jadi penyanyi tadi, sehingga gw malas untuk belajar memainkan alat musik, penginnya nyanyiiiii ajah. Padahal suara gw pas-pasan, dan gw telat menyadari ke-tidak-enakan suara gw tersebut. Pokoknya dari mulai TK, selama 6 tahun di SD, dan tahun pertama di SMP, gw udah mempermalukan diri gw sendiri di depan umum, karena selalu tampil dengan vokal pas-pasan di acara-acara yang diadain sekolah, malu itu baru gw sadari pas gw manggung bareng band gw di acara sekolah.

Ketika gw dengan gagahnya bernyanyi, teman-teman satu band gw menunjukan wajah marah dan kecewa karena suara dan tingkah gw di atas panggung, ditambah muka-muka penikmat musik yang menonton kita saat itu, memperlihatkan ekspresi menahan mual dan menahan tertawa, mungkin menahan kentut dan lapar juga. Setelah gw dapet pencerahan dari situasi kompleks masa remaja gw pada penampilan itulah, muncul keinginan, tekad, niat, dan cita-cita untuk belajar bermain alat musik, terutama gitar.

Kesalahan terjadi, ketika gw berfikir: cara terbaik belajar bermain alat musik adalah dengan mengikuti marching band!!!  Kepolosan gw waktu itu memang sangat ditopang oleh lingkungan kota kecil tempat gw tumbuh, dimana tidak ada tempat kursus musik sama sekali, pada waktu itu (sekarang mah banyak...). Akhirnya hasil ber-marching band ria itu membuat gw bisa memainkan terompet, trombone, snare drum, tenor drum, bass drum, belira, tetapi tidak dengan gitar, sama sekali tidak, sumpah! Gw gak bohong sama sekali.

Tetapi tekad gw gak bisa ditahan lagi, "Gw harus bisa main gitar!"

"Dengan gitar, gw bisa disukai banyak cewek."

"Karena mengamen dengan hanya bermodalkan gitar, bisa dapet duit banyak." pernyataan-pernyataan yang selalu terngiang di pikiran gw pada waktu itu.

Dan akhirnya di hari menjelang perpisahan SMP tiba... (bersambung)