Coba Menulis Lagi Ah...

*soundtrack: Dochi Sadega – Fluktuasi Glukosa*

Pagi ini, sehari setelah natalnya kawan-kawan umat nasrani, dimulai dengan menulis sebuah catatan yang menurut gue sangat realistis, karena apa, karena hal ini menyangkut tentang pemikiran gue sendiri terkait apa yang udah selama ini gue simpen dalam kepala. Yah, sudah saatnya gue coba nulis lagi, terlalu lama konsep-konsep usang ini membeku dalam otak, tak tersalurkan. Sebenernya sih ini cuma uneg-uneg aja, tapi mudah-mudahan bermanfaat. Uneg-uneg yang didasari pada pengalaman hidup, dicampur-adukan dengan imajinasi dan teori-teori yang pernah gue dapet di bangku kuliah, atau baca dari buku, atau bisa jadi dari hasil diskusi bareng temen-temen gue yang gaul getoh. (-_-“)

*soundtrack: Efek Rumah Kaca – Cinta Melulu*

Dimulai dari sebuah pertanyaan yang terbesit tiba-tiba di pikiran gue, “apa sih gerakan itu?” Ada yang bisa jawab enggak? Sebuah pertanyaan yang sebetulnya imut itu sangat mengganggu pikiran sekali sodara-sodara. Sebuah pertanyaan yang seharusnya mudah untuk gue jawab, namun ternyata sulit. Jelas yang gue maksud terkait gerakan adalah gerakan sosial, bukan gerakan dari organ-organ tubuh dalam melakukan kegiatan seperti senam, tarian, atau aktivitas sehari-hari.

Ada dua definisi yang gue dapet dari kamusbahasaindonesia.org terkait gerakan, (1) pergerakan, usaha, atau kegiatan di lapangan sosial (politik, dsb), (2) tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga-lembaga masyarakat yang ada.

Ada lagi definisi lain yang gue dapet dari wikipedia, gerakan sosial (social movement) adalah aktivitas sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbentuk organisasi, berjumlah besar atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial. Masih menurut wikipedia, boleh percaya boleh enggak, sebuah gerakan sosial tidak bersifat terus-menerus karena memiliki siklus hidup kurang-lebih sebagai berikut: diciptakan (emerge), tumbuh (coalesce-bureaucratise), pencapaian sasaran akhir (target berikut kegagalannya) (success-failure), terkooptasi (cooptation), menjadi biasa (go mainstream), kehilangan semangat (repression), dan akhirnya hilang (decline). Siklus ini terjadi pada sebuah gerakan sosial aja, ketika gerakan tersebut menjadi pudar digantikan oleh fenomena gerakan sosial lainnya, sesuai kebutuhan pada masa itu.

*soundtrack: Homogenic – Utopia*

Seperti apa yang udah ada di atas, pertanyaan lucu dan imut dalam pikiran gue terpecahkan. Gerakan sosial itu sesuatu tindakan yang berpola, terorganisir demi mencapai suatu tujuan tertentu bro. Sebuah gerakan sosial secara simultan akan terus ada, tak pernah berhenti, yang berbeda hanya target atau tujuan gerakan, dan cara yang dilakukan. Secara naluriah, manusia adalah makhluk yang senang bergerak, alias dinamis. Kebutuhan dasar manusia-lah yang membuat kita sebagai manusia termotivasi untuk bergerak terus. Semua pengin hidup yang lebih baik dari hari ke hari, betul enggak? Nah, timbul pertanyaan lagi, “apa tujuan gue ikut bergerak?” kemudian, “tujuan dan cara bergerak yang baik itu yang gimana?” Dua pertanyaan yang saling berkaitan.

Untuk menjawab dua pertanyaan lucu di atas mesti diliat dulu latar belakang hidup gue, apa yang udah gue alamin, apa yang pernah gue rasain, dan gimana lingkungan serta manusia-manusia di kehidupan gue mempengaruhi keputusan hidup yang gue lakuin. Penting enggak sih? Jawabannya fifty-fifty, semua berpengaruh besar pada diri gue, analisa, pemikiran, keputusan, juga tindakan gue dipengaruhi kisah hidup gue itu sendiri. Tetapi hal sepele tentang hidup gue itu juga sebenernya enggak terkait sama sekali dengan apa yang gue perjuangkan lewat gerakan sosial. Jadi, perlu diceritain enggak yah? *seketika galau* Okelah, fine! Gue bakalan cerita terkait hidup gue secara garis besarnya aja ya?! *hening*

Paragraf di atas bisa dilewat kok, enggak usah dibaca juga enggak apa-apa. *hiks-hiks ya sudahlah* Untuk bergerak, kita harus punya idealisme atau tujuan yang akan kita perjuangkan. Tujuan yang menurut kita adalah sebuah hal yang benar-benar benar. *bingung* Hal yang seperti apa? Inilah pentingnya – walau enggak penting-penting amat sih – mengetahui apa yang gue alamin sejak gue lahir sampai gue coba susun tulisan ini. Setiap peristiwa, hukum, aturan, dan pengalaman hidup yang dialami manusia akan memberikan banyak pengaruh untuk manusia tersebut dalam menyimpulkan hal apa yang menurutnya baik dan benar. Hal yang benar bagi manusia yang satu, belum tentu benar untuk manusia yang lain, benar kan?! *benar-benar banyak menggunakan kata benar*

*soundtrack: Superglad – Suara Hati*

Menurut ilmu filsafat, sebuah hal menjadi benar karena suatu kesepakatan antar manusia. Singkatnya, gue bergerak saat ini karena gue sepakat. Sepakat bahwa negeri ini butuh perbaikan dalam segala bidang, sepakat bahwa masih banyak permasalahan ekonomi yang terjadi di lingkungan sekitar tempat tinggal gue, dan sepakat bahwa anak muda Indonesia saat ini mesti turut berperan bahkan menjadi pelopor dalam mengubah keadaan ke arah yang lebih baik, dan juga gue sepakat banget bahwa yang namanya bergerak untuk sebuah perubahan sosial yang besar itu tidak akan semudah membalikan telapak tangan. Hal besar apa yang ingin gue capai, sehingga gue mesti bergerak? Jawabannya adalah Indonesia yang lebih baik demi kehidupan masa depan generasi setelah kita, sehingga sebuah negara sejahtera yang menjadi cita-cita para pejuang yang telah memerdekakan bangsa ini bisa terwujud.

Menurut pendapat gue itulah hal benar yang mesti menjadi tujuan gerakan gue saat ini. Silahkan bersepakat atau tidak sepakat dengan hal ini, toh ini cuma sudut pandang gue doang kok. Hehehe. Gue enggak pernah berpikir terlalu berat untuk menentukan gimana sih caranya membentuk suatu tujuan yang betul-betul ideal, yang akhirnya menjadi tujuan gue bergerak. Meskipun banyak teori tentang gerakan, tetapi hal tersebut hanya menjadi motivasi dan inspirasi supaya gue konsisten bergerak, tidak menjadikan teori tersebut sebagai tujuan akhir atau menjadikannya sebuah konsep ideal yang coba gue raih. Negara Indonesia yang adil, sejahtera, dan makmur, juga sentosa, menurut gue udah cukup menjadi hal besar yang ideal kok untuk diperjuangkan. Semua itu bukan khayalan loh, hal tersebut bisa diwujudkan selama ada itikad baik dari mayoritas warga negaranya, meskipun dengan jangka waktu yang panjang, dan kemungkinan besar sih, generasi yang saat ini bergerak memperjuangkan Indonesia untuk menjadi lebih baik tersebut enggak akan ikut menikmati hasil perjuangannya.

*soundtrack: Alone At Last – jiwa*

Hal besar – yang menurut gue benar kayak yang gue tulis di atas – harus dimulai dengan hal-hal yang kecil. salah satu hal kecil yang coba gue buat adalah dengan menghadirkan berbagai tulisan dengan harapan banyak orang dapat memahami persepsi alias pandangan gue terhadap kondisi negara kita pada saat ini. Hal kecil lainnya mungkin dengan berbagi rezeki dan pengalaman hidup bersama orang-orang kecil yang tidak mampu agar menjadi inspirasi. Membuka kelas mengajar dan perpustakaan gratis untuk anak-anak juga boleh, demi mencetak generasi penerus yang cerdas. Intinya sih gimana caranya agar masyarakat tersadarkan. Sadar akan segala kekurangan yang masih dimiliki oleh negara Indonesia yang gue cintai ini. Nah, lagi-lagi muncul pertanyaan “Gimana sih caranya kita tau kalo banyak orang mulai sadar dengan kondisi bangsa saat ini? Terus kalo mereka enggak sadar-sadar gimana?” “Kalo udah sadar gimana?” *ya ampuuunnnn* (T_T)

*soundtrack: Sweet As Revenge – Potret Kehampaan*

Kesadaran akan terlihat ketika ternyata banyak orang yang juga ikut bergerak setelah bersinggungan langsung dengan gerakan yang coba dibuat, baik dengan bergerak bersama dengan contoh konsep yang coba gue gambarin diatas, maupun dengan cara mereka masing-masing. Menjadi sebuah kepastian bahwa sebuah gerakan yang ingin memperbaiki keadaan negeri ini kearah yang lebih baik lagi, kemudian akan berpengaruh besar kepada kehidupan masing-masing individu yang hidup didalamnya. Pertanyaan “kok bisa sih?” “kenapa?” atau “gimana caranya?” menurut gue udah jadi indikator dasar apakah masyarakat peduli atau enggak dengan kondisi negeri ini, dan kesadaran tinggal menunggu waktu. Ketika mereka sudah mulai bertanya, itulah awal kesadaran, dan bisa dikatakan: keberhasilan sebuah gerakan. Semakin banyak yang tersadarkan, maka kemungkinan akan semakin banyak juga orang yang bergerak untuk memperbaiki negeri ini.

Menurut gue, “menunggu waktu” inilah yang memuat orang susah untuk konsisten di dunia gerakan, karena merasa apa yang diperjuangkan enggak pernah berhasil akhirnya banyak orang menyerah. Hambatan yang sangat mungkin terjadi adalah tingkat pemahaman masyarakat yang berbeda-beda sebagai akibat dari tingkat pendidikan yang tidak merata, sehingga membuat segelintir orang terlambat untuk menyadari bahwa negara ini miss-management. Sebuah gerakan yang mempunyai tujuan besar memang memerlukan sebuah kesabaran tingkat dewa loh. Ditambah faktor lingkungan yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk menjalani kehidupan pribadinya itu sendiri, baik keluarga, cita-cita, pasangan hidup, pertemanan, semua bisa melunturkan konsistensi dalam bergerak.

*Under The Big Bright Yellow Sun – Happiness Between Us*

Sepertinya sih cukup segitu aja uneg-uneg yang coba gue tuang di tulisan ini. Masih banyak sih yang pengin gue ceritain, tapi nantinya bakalan keluar dari tema yang coba gue gambarin. Mudah-mudahan tulisan gue bisa jadi temen ngegalau yang baik. Hehehe. Mudah-mudahan makin banyak orang yang tergerak untuk menulis uneg-unegnya. Ketika kita yakin dengan apa yang kita kerjakan, suatu saat hasil kerjanya pasti bisa berguna kok. We are what we do!

Terima kasih.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"