Menyambut Pesta Demokrasi

Maaf telat posting... (^_^)v

2014 adalah tahun Pemilu, dimana negeri kita tercinta mengadakan pesta demokrasi lima tahunan untuk memilih siapa saja calon wakil rakyat yang akan duduk di badan legislatif dan juga memilih presiden sebagai pimpinan tertinggi badan eksekutif. Berkaca pada pemilihan sebelumnya di tahun 2009, banyak orang yang menjadi pesimis tentang keberhasilan roda pemerintahan kita kedepannya, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukannya. Hal ini terjadi karena masyarakat melihat stagnasi atau mandek-nya kemajuan negara, yang diakibatkan oleh ketidakmampuan pemerintahan saat ini (periode 2009 – 2014) dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum, yang didalamnya tedapat DPR sebagai badan legislatif yang pastinya mempunyai peranan dalam proses perkembangan negara yang diam di tempat ini.

Lucunya, menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebanyak 509 orang anggota DPR-RI periode 2009 – 2014 dari total 560 orang anggota dewan secara keseluruhan, kembali mencalonkan diri, meskipun kepercayaan terhadap badan legislatif di negeri ini menurun drastis. Para caleg dari beragam partai ini merasa yakin bahwa suara sumbang terhadap mereka merupakan suara dari segelintir pihak saja, mereka pun menuding bahwa lawan politik merekalah yang sengaja menghembuskan isu negatif terkait kinerja buruk DPR. Mereka seakan-akan menutup mata dan telinga terhadap kondisi realita masyarakat saat ini yang memang masih belum sejahtera. Meskipun kesenjangan itu terlihat, para anggota legislatif malah menuding pihak eksekutif-lah yang seharusnya lebih bertanggung jawab sebagai eksekutor kebijakan dan peraturan yang telah disusun oleh mereka.

Janji-janji politik lima tahunan kembali ditebarkan melalui kampanye baik terselubung sebelum waktu kampanye yang dijadwalkan oleh KPU, ataupun dimasa kampanye terbuka. Janji-janji yang sebetulnya merupakan pengulangan apa yang telah mereka katakan di kampanye lima tahun sebelumnya. Meskipun para caleg tersebut menyadari bahwa itu hanya sebuah pengulangan belaka, tapi mereka tetap melakukannya secara sadar, karena merasa tidak ada sanksi tegas yang mereka dapatkan apabila janji-janji tersebut tidak ditepati. Hal ini yang membuat stigma negatif terhadap para caleg menjadi lebih nyata di mata masyarakat yang dimana pada 9 April dan 9 Juli nanti akan memberikan hak suaranya.

Efek Buruk yang Ditakutkan

Gambaran buruk calon anggota legislatif 2014 ini memberikan dampak yang besar terhadap kepercayaan rakyat pada wakilnya di parlemen. Banyak orang yang sudah menyatakan untuk tidak memilih pada Pemilu legislatif 2014 ini, terbukti dari data KPU tentang banyaknya ‘golput’, dimana pada 2009 terdapat 29,6% masyarakat yang tidak menggunakan hak suaranya dalam Pemilu. Alasannya beragam, mulai dari pandangan bahwa pemilu bukan sebuah hal penting yang tidak bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat, hingga kekecewaan para pemilih terhadap badan legislatif saat ini yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik, dan hanya bertindak tegas apabila ada kesalahan di pihak eksekutif yang mengganggu kepentingan partai atau golongan anggota legislatif tersebut. Meningkatnya jumlah ‘golput’ bahkan diprediksi akan mencapai 40% pada pemilu 2014 ini.

Hal yang buruk bagi proses berdemokrasi di Indonesia, yang merupakan imbas dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan ketidakmampuan pemerintah dalam meyakinkan masyarakat, bahwa proses politik seperti pemilu ini sebetulnya akan sangat berdampak besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Kegagalan yang membuat semakin menurunnya keterlibatan rakyat dalam menentukan nasib negaranya. Akhirnya, anggota legislatif yang terpilih dalam Pemilu 9 April nanti tidak benar-benar menjadi representasi dari rakyat, karena ada sebagian masyarakat yang tidak memberikan hak pilihnya. Pemerintahan bentukan Pemilu 2014 (pileg dan pilpres) tidak akan berjalan dengan baik, karena terbangun ditengah krisis kepercayaan publik sebagai dampak dari kinerja buruk pemerintahan sebelumnya. Akan banyak kebijakan dan peraturan yang tidak dipatuhi oleh masyarakat, karena masyarakat tidak merasa mewakilkan harapannya kepada wakil rakyat yang terpilih.

Hal buruk yang kemudian mungkin terjadi adalah Presiden pemenang pemilu dan pemerintah bentukan partai pemenang pemilu bisa saja memaksakan kehendaknya terhadap rakyat sesuai kepentingan golongannya saja, dan tidak akan memikirkan nasib rakyatnya. Kolaborasi legislatif dan eksekutif dalam membentuk sebuah kebijakan yang tidak sesuai dengan hati nurani rakyat. Ketika siklus ini berlangsung terus menerus dalam beberapa periode pemilu, ditakutkan akan menimbulkan gejolak yang sangat besar. Bukan tidak mungkin Indonesia akan seperti Suriah atau Mesir, karena semakin banyak rakyat yang tidak percaya terhadap pemerintah, dan juga lembaga pemerintahan terpilih yang semakin otoriter dalam mengeluarkan kebijakan.

Penentu Nasib Bangsa

Hal yang telah disebutkan di atas, adalah sebuah kegagalan yang tidak akan terjadi apabila kinerja legislatif terpilih benar-benar menyuarakan harapan dan keinginan rakyat. Negara akan berjalan dengan baik, dan kepercayaan dari masyarakat akan mengalami peningkatan ketika legislatif berperan sesuai fungsinya. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, ada tiga fungsi pokok Dewan Pertimbangan Rakyat (DPR) sebagai badan legislatif yaitu: pembuatan undang-undang (legislasi), penyusunan anggaran (budgeting), dan pengawasan terhadap eksekutif sebagai pelaksana undang-undang (control).

Ketika undang-undang yang disusun di parlemen benar-benar menyerap aspirasi rakyat banyak, kemudian anggaran yang ditentukan benar-benar seluruhnya demi peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pemerintahan eksekutif diawasi dengan ketat dalam pelaksanaan kebijakannya, maka kepercayaan rakyat terhadap wakilnya akan meningkat pesat. Hal itu merupakan sebuah kepastian.

Kepercayaan yang terbangun dikalangan masyarakat terhadap wakilnya di pemerintahan, akan berakibat kepada sedikitnya gangguan yang diterima oleh pemerintah itu sendiri selama roda pemerintahan berlangsung. Suasana kondusif tersebut diharapkan bisa mendorong DPR untuk menciptakan banyak undang-undang yang sejalan dengan harapan masyarakat. Bisa dipastikan ketika undang-undang itu sesuai harapan, maka masyarakat akan mentaati peraturan tersebut dengan sukarela. Undang-undang inilah yang akan menjalankan negara ke arah yang diinginkan, dengan dilandasi tujuan negara yang telah disusun terlebih dahulu oleh founding fathers NKRI dan tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Maka sudah saatnya calon anggota legislatif di Pemilu 2014 ini berbenah diri, jadikan kepentingan masyarakat menjadi hal yang paling utama untuk diperjuangkan di parlemen, bukan hanya kepentingan pribadi, golongan, atau partainya saja. Itikad baik harus dimulai dari sekarang, karena Negara Kesatuan Republik Indonesia ini harus berlangsung sampai di masa generasi penerus nanti, yang bukan tidak mungkin akan dihuni oleh keturunan para caleg yang sekarang sedang mengikuti kompetisi untuk meraih suara maksimal dalam pemilu. Hal itulah yang mestinya dipikirkan dengan baik oleh para calon anggota parlemen, yaitu kelangsungan kedaulatan negeri ini.

Kemampuan anggota parlemen yang seperti apa yang akan memajukan negeri ini, sebetulnya sederhana. Pertama, mampu menyerap aspirasi masyarakat secara baik, dan kemudian menafsirkannya dalam sebuah peraturan yang sesuai dengan aspirasi tersebut. Kedua, memahami dengan sadar dan benar fungsi legislatif sesuai dengan UUD 1945, hal ini terkait kompetensi seorang caleg dalam memahami sebuah tugas besar yang diembannya. Terakhir, mampu menjalankan tugasnya dengan komitmen yang teguh, semata-mata demi meningkatkan kesejahteraan ke arah yang lebih baik lagi.


Arah mana yang akan dituju oleh negeri ini, baik sebuah kemajuan, atau sebuah kemunduran, itu semua tergantung dari undang-undang yang diciptakan oleh parlemen. Undang-undang yang mempertegas kedaulatan NKRI, diatas segala kepentingan politik yang mungkin hadir dalam pemerintahan Indonesia. Maka dari itu, kompetensi dan komitmen para calon anggota legislatif itulah yang mesti kita (sebagai pemberi suara) telaah baik-baik. Jangan sampai kita mempercayakan harapan kita semua kepada anggota legislatif yang tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menentukan arah bangsa.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"