Mimpi Menuju Piala Dunia

Indonesia adalah sebuah negeri yang gila sepakbola. Hal yang menjadi sangat wajar karena di masa lalu, beratus-ratus tahun bangsa ini menjadi koloni dari salah satu negara sepakbola di daratan eropa. Bahkan di masa kolonial itulah negeri ini bisa mencicipi yang namanya piala dunia yang di masa tersebut masih menggunakan nama piala Jules Rimet. Akan tetapi setelah bangsa ini mendapatkan kemerdekaannya, dari tahun 1945 hingga saat ini, prestasi sepakbola Indonesia seakan berjalan ditempat. Sampai dengan saat ini, negeri kita belum bisa kembali turut serta dalam gelaran piala dunia. Apa yang terjadi?

Dari total penduduk Indonesia yang saat ini telah menyentuh kurang lebih 250 juta jiwa, federasi sepakbola negeri ini seharusnya tidak akan sulit untuk menemukan sebelas pemain sepakbola berbakat yang bisa mengantarkan Indonesia menuju piala dunia. Akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut menjadi sulit. Seleksi tim nasional yang dilakukan sepertinya tidak membuahkan hasil yang maksimal. Bahkan negeri ini sampai harus melakukan naturalisasi beberapa pemain asing agar tim nasional kita mampu bersaing di kompetisi internasional, itupun baru terlihat di level asia tenggara. Terlihat seperti sebuah keputusasaan dari PSSI.

Padahal berjuta pasang mata para penggila sepakbola saat ini, setiap akhir pekannya disuguhi minimal sepuluh pertandingan yang disajikan secara langsung dan gratis oleh beberapa televisi nasional kita. Siaran langsung dari liga-liga terbaik dunia benua eropa. Dukungan televisi yang seperti itu bisa dipastikan membuat masyarakat menjadi mudah untuk menyukai sepakbola. Hal tersebut seakan membuat gairah sepakbola di negeri ini tak bisa dibendung, banyak kelompok suporter sepakbola bermunculan. Di negeri ini, setiap orang seakan memiliki klub jagoannya masing-masing. Fanatisme sempit pun bermunculan, menimbulkan perkelahian yang tidak perlu. Begitu hebatnya sepakbola hingga bisa menyihir para penggemarnya untuk bertindak diluar nalar.

Media khusus terkait sepakbola pun bermunculan dan menjadi konsumsi publik setiap harinya, memberikan informasi terkini tentang sepakbola, baik berita dari dalam lapangan maupun diluar lapangan. Tidak sedikit pula yang meraup untung dari penjualan pernak-pernik terkait sepakbola, mulai dari jersey, sepatu bola, syal, mug, dan banyak benda lainnya. Sepakbola mampu memberikan pekerjaan dan pendapatan yang tak bisa dibilang sedikit.

Namun hal tersebut sepertinya tidak mampu menghipnotis banyak orang untuk menjadikan sepakbola menjadi profesi yang bisa digeluti. Ketidakjelasan terkait jaminan hidup sejahtera di masa depan yang membuat bibit pemain sepakbola berbakat akhirnya menjatuhkan pilihan untuk menjadi pegawai di sebuah bank misalnya, dibanding melanjutkan karir di dunia sepakbola. Hal finansial yang kemudian menjadi penentu. Pragmatis memang, tapi sepakbola juga mengajarkan seorang pemain untuk menjadi oportunis.

Tan Malaka pernah berkata dalam salah satu karyanya “jadilah murid dari timur yang cerdas”, akan tetapi sepertinya hal tersebut tidak atau belum berlaku di dunia sepakbola kita. Sudah belasan tahun tayangan terkait sepakbola mancanegara setiap hari terus muncul di televisi, tetapi tidak membuat federasi sepakbola kita belajar dengan sungguh-sungguh. Pengelolaan sepakbola di Indonesia belum sebaik di negeri eropa sana, sehingga banyak pihak yang seolah enggan melakukan investasi didalamnya. Padahal pembinaan sepakbola yang harus dimulai sejak dini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Komitmen dari pihak pemerintah sebagai pengelola anggaran negara untuk memajukan sektor olahraga pun sepertinya belum maksimal. Walaupun seharusnya pemerintah mengetahui bahwa nama negara bisa terangkat lewat bidang yang satu ini.

Jalan Pintas yang Panjang

Sebetulnya ada cara yang bisa dikatakan instan untuk menjadi peserta piala dunia yaitu menjadi tuan rumah dari gelaran piala dunia itu sendiri. Hal tersebut mungkin saja menjadi salah satu jalan alternatif bagi tim nasional kita untuk merasakan atmosfer piala dunia. Akan tetapi hal tersebut juga tidak mudah. Dukungan dari negara-negara lain turut berperan dalam penentuan tuan rumah piala dunia, selain kesiapan konsep baik secara pemikiran maupun dukungan infrastruktur dari negara calon penyelenggara piala dunia itu sendiri. Lagi-lagi dalam tahap ini kita berbicara faktor modal yang besar.

Akan sulit bagi Pemerintah menggelontorkan dana yang begitu besar hanya untuk satu gelaran akbar dunia sepakbola. Masih banyak bidang lain yang membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Akan sangat timpang melihat pemerintah menghamburkan uang untuk infrastruktur sepakbola, tetapi tidak untuk peningkatan infrastruktur pendidikan dan kesehatan. Akan terjadi banyak penolakan dari masyarakat, hal yang saat ini dialami oleh Brasil sebagai negara penyelenggara Piala Dunia 2014.

Langkah Ideal

Pembinaan pemain bola dari sejak usia dini merupakan jawaban untuk semua permasalahan sepakbola kita yang terlihat njelimet ini. Diawali dengan itikad baik PSSI yang harus profesional dalam menjalankan fungsinya, dan kemudian berusaha menekan dan meyakinkan pemerintah untuk memberi investasi yang besar untuk proses pembinaan tersebut. Dana yang didapat akhirnya digunakan untuk meningkatkan sarana sepakbola yang ada, baik dari segi lapangan, pembentukan kompetisi yang berlangsung konsisten secara terus menerus dari mulai tingkatan junior hingga profesional, sistem kepelatihan dan manajerial klub, manajemen wasit, hingga manajemen dalam tim nasional itu sendiri.

Dengan kompetisi yang berjalan konsisten dan baik, serta didukung oleh manajemen tim yang mumpuni, akan menarik banyak pihak untuk berinvestasi. Investasi besar yang membuat sebuah klub bisa menggaji pemain dengan nominal yang cukup. Gaji besar akan memotivasi pemain untuk bermain dengan baik, minimalnya mereka akan fokus untuk mengejar gelar dan prestasi individu tanpa terganggu oleh beban ekonomi. Pemain-pemain berbakat yang akan mengantarkan Indonesia menuju piala dunia sepertinya hanya akan tinggal menunggu waktu.


Namun hal di atas masih merupakan mimpi, karena belum sepenuhnya terjadi. memang saat ini tim nasional U-19 kita menjadi harapan utama yang bisa diandalkan dalam menyusun langkah menuju piala dunia. Akan tetapi, seiring bertambahnya usia mereka, hal-hal terkait kehidupan para pemain akan memberikan semacam kontribusi terhadap permainan di lapangan. Entah itu kontribusi yang negatif ataupun positif. Ditambah kompetisi antarklub di negeri ini yang belum mendukung secara maksimal, membuat permainan tim nasional masih bisa berubah. Mudah-mudahan berubah ke arah yang lebih baik lagi, semoga saja.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"