Sepakbola dan Investasi

Setiap hiburan yang menarik bisa dipastikan akan mengundang banyak penonton, dan sepakbola adalah salah satunya. Mulai dari gocekan dan tendangan indah para pemain, proses terjadinya gol dalam suatu pertandingan, serta sebuah kemenangan, merupakan elemen indah dan ditunggu-tunggu oleh para penonton sepakbola. Bahkan intrik dan konflik antara pemain selama pertandingan berlangsung, serta keputusan wasit yang kontroversial pun bisa menghibur dan menjadi pembahasan banyak penikmat sepakbola di seluruh dunia.

Melihat jutaan pasang mata yang menyaksikan sebuah pertandingan, para pemilik modal mulai mencari celah untuk agar bisa meraup keuntungan dari hal tersebut. Hiburan yang menarik memang selalu mendatangkan sponsor. Itulah yang terjadi di era sepakbola modern saat ini, sepakbola yang tak lepas dari sponsor. Tidak hanya sponsor, bahkan banyak juga pemilik modal berani menginvestasikan sejumlah besar dananya di dunia olahraga yang katanya paling populer sejagat ini.

Harga pemain yang enggak bagus-bagus amat bisa melambung tinggi karena diminati oleh investor pemilik klub. Sponsor yang memiliki dana yang seakan tidak terbatas berani menggaji pemain dengan gaji setinggi langit agar si pemain betah di klub. Kualitas permainan sepakbola tidak lagi bisa ditakar lewat harga pemain tersebut. Bursa transfer pemain sepakbola seakan menjadi pusat menghamburkan uang bagi para investor klub sepakbola, dan akhirnya muncul pemain-pemain berharga fantastis, bahkan cenderung tidak masuk akal.

Fenomena pemain mahal yang gagal tampil bagus semakin menjamur. Andy Caroll salah satunya, dibeli mahal oleh Liverpool namun tidak mampu bermain sesuai dengan harga belinya, dan akhirnya dijual murah ke West Ham United. Masih banyak cerita lainnya, seperti nasib Shawn Wright-Phillips, Robben, Kezman, dan Shevchenko di Chelsea, ada pula nasib Ricardo Kaka di Madrid, yang dibeli mahal akan tetapi kurang memberi kontribusi bagi klub, kemudian disia-siakan.

Sponsor pun terkadang menjadi pisau bermata dua yang mampu memberikan dukungan finansial bagi perjalanan sebuah kompetisi sepakbola, atau memberikan dampak merugikan bagi seorang pemain bintang. Isu terkait ‘the real’ Ronaldo yang dipaksa bermain oleh sponsor apparel-nya – sebuah perusahaan alat olahraga terkenal – saat Brasil bertemu Perancis di Final Piala Dunia 1998. Akibatnya, Brasil gagal meraih piala, dan il phenomenon menghadapi cedera yang tak bisa disembuhkan seratus persen hingga akhir karir sepakbolanya. Mudah-mudahan itu hanya gosip.

Bahkan di Piala Dunia yang sedang berjalan saat ini, Diego Maradona menuduh FIFA curang karena takut kehilangan sejumlah sponsor besar dalam perhelatan piala dunia, yang kemungkinan akan menarik dananya apabila banyak tim unggulan yang gugur di fase grup. Kejanggalan yang dilakukan FIFA menurut sang ‘mahabintang’ Argentina adalah ketika meminta 7 pemain Kosta Rika untuk melakukan tes doping setelah Kosta Rika mengalahkan Italia dengan skor 1-0. Padahal aturan FIFA biasanya hanya meminta 2 pemain yang dipilih secara acak untuk diperiksa terkait penggunaan doping dalam sepakbola.

Ofisial dan Persatuan Sepakbola Kosta Rika pun mempertanyakan kebijakan FIFA tersebut. Pada laman resminya, FIFA kemudian mengungkapkan alasan mengapa banyak pemain Kosta Rika yang diperiksa setelah laga melawan Italia tersebut. Mereka mengatakan bahwa ada 8 orang pemain tim nasional Kosta Rika yang belum mendapatkan lisensi bebas doping dari tim kesehatan FIFA, karena mereka melewatkan tes doping yang dilakukan FIFA sebelum kompetisi piala dunia berlangsung.

Indikasi permainan suap pun muncul di dalam tubuh organisasi tertinggi sepakbola FIFA. Suap yang menurut media dilakukan oleh Qatar agar bisa terpilih menjadi tuan rumah piala dunia 2022. Memang penunjukan Qatar menjadi sebuah kejutan, selain cuaca negeri gurun pasir tersebut yang kurang cocok untuk menggelar sebuah festival sepakbola terakbar yang biasanya digelar pada musim panas, prestasi Qatar di dunia sepakbolapun biasa saja. Kini kasus penunjukan Qatar ini sedang dalam tahap investigasi. Ironisnya, banyak klub besar sepakbola saat ini disponsori oleh perusahaan asal timur tengah, salah satunya asal Qatar.

Investasi memang diperlukan bagi kelangsungan kompetisi sepakbola. Contoh nyatanya adalah Italia dan Spanyol, yang pada tahun 2012 lalu kompetisi liganya dilanda krisis. Hampir saja 2 dari 5 liga terbaik eropa tersebut tidak mampu menjalankan kompetisinya, dikarenakan banyak klub semenjana yang tidak mampu membiayai urusan internal klubnya, seperti gaji pemain, dan biaya pemeliharaan stadion. Contoh lainnya adalah nasib Persibo Bojonegoro di kompetisi dalam negeri. Di tengah berjalannya kompetisi, klub kehabisan biaya operasional. Membuat para pemain memutus kontrak begitu saja, dan akhirnya menenggelamkan Persibo Bojonegoro di dasar klasemen.

Daya magis sepakbola memang bisa menghipnotis siapapun untuk terjun kedalamnya. Banyak anak kaum papa yang termotivasi untuk menjadi pemain sepakbola agar nasibnya berubah. Banyak juga investor yang tertarik menjadikan sepakbola sebagai sebuah bisnis yang menghasilkan profit. Tapi, ketika semua mengarah kepada titik dimana sepakbola menjadi sebuah bisnis pertunjukan, mengesampingkan unsur sportivitas, dan mengorbankan permainan sepakbola itu sendiri, masihkah sepakbola memiliki daya magis?

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Pendidikan Kaum Tertindas"