My Opinion About The Book: "9 Summers 10 Autumns"
Judul: 9 Summers 10 Autumns – From the City of Apples to
the Big Apple (English Version)
Penulis: Iwan Setyawan
Penerbit: Gramedia (PT Gramedia Pustaka Utama)
Tahun terbit: 2013, Mei (Cetakan kedua)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,4
Cover:
Kali ini gue bakalan
nulis review novel hasil karya Iwan Setyawan nih: “9 Summers 10 Autumns” yang
kebetulan gue dapet dari temen gue. Dan lucunya, gue udah nonton filmnya
duluan, daripada novelnya ini. Udah gitu, novel yang gue terima ini ternyata
versi bahasa Inggrisnya broh. Bukan masalah besar sih, cuma gue sebenernya masih
nyari versi bahasa Indonesianya, tapi belum nemu sampe gue nulis
review ini. Kenapa gue keukeuh nyari versi bahasa Indonesia, cuma buat
bandingin perbedaan dan persamaannya dengan versi Inggrisnya. Menurut gue,
sering ada perbedaan pemaknaan kata dikarenakan tidak adanya padanan kata yang
tepat di kedua bahasa tersebut, yang bisa aja mengubah interpretasi kita dalam
membaca novelnya. Keren enggak tuh bahasa gue hehe.
Langsung aja menuju review, novel ini
menceritakan tentang Iwan, seorang lelaki aseli Malang yang akhirnya mencapai
impiannya: Memiliki kamar tidur sendiri. Sebuah impian Iwan sejak kecil, yang
memang hidup dalam keluarga yang serba kekurangan, hingga harus berbagi kamar
tidur dengan anggota keluarga lainnya. Sebuah niat untuk mengubah nasib keluarga,
disertai dengan kesungguhan Iwan dalam belajar, akhirnya mengantarkan Iwan
mewujudkan impiannya. Bahkan, enggak hanya itu, selain punya kamar, Iwan
akhirnya bisa meraih mimpi-mimpi lainnya satu persatu, hingga akhirnya Iwan mendapatkan pekerjaan wah di New York.
Sembilan musim
gugur dan sepuluh musim semi, merupakan jangka waktu yang Iwan habiskan untuk
bekerja di kota New York, Amerika Serikat. Bekerja pada posisi nyaman akhirnya
membuat Iwan berhasil menolong keluarganya lepas dari jurang kemiskinan. Iwan
menjadi kebanggaan bagi orangtuanya, dan seluruh keluarga akhirnya bisa
merasakan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Novel ini memberikan
keyakinan dan motivasi untuk tidak menyerah bagi siapa saja yang memiliki
keterbatasan dan kekurangan dalam hidupnya. Sebuah novel yang memang
menginspirasi.
Tokoh Iwan dalam
novel ini merupakan sosok penulisnya itu sendiri: mas Iwan Setyawan. Mas Iwan
menceritakan kisah hidupnya yang pahit menuju manis, dengan jujur apa adanya. Pengalamannya
menjadi contoh, bahwa kita enggak boleh gampang nyerah. Dengan usaha dan do’a
semua impian bakal terwujud, selama kita konsisten dan fokus dalam
menggapainya. Gue sendiri juga pernah ngalamin hal yang sama. Mas Iwan Setyawan
menjadi salah satu contoh bagaimana seharusnya generasi muda Indonesia saat ini
menyikapi nasib malang yang dialaminya. Janganlah mudah berputus asa.
Oh iya, novel ini
udah dibikin versi filmnya loh. Kebetulan gue udan nonton. Ikhsan Idol jadi sosok yang dipercaya memerankan tokoh Iwan. Film tersebut berhasil memvisualisasikan novel ini dengan baik. Ada sebuah adegan yang bikin gue netesin air mata, yaitu
adegan dimana Iwan menggantikan bapaknya mengendarai mobil di akhir film.
Aseli, adegan tersebut mengharukan. Juga adegan Iwan yang pengin punya sepeda,
itu gue banget men. Efek buruk yang gue terima karena gue nonton filmnya dulu
daripada baca novelnya, akhirnya pas gue baca novel ini, gue ngebayangin sosok
Iwan itu ya Ikhsan Idol. Gue jadi
ngebayangin Ikhsan Idol dipalak preman di New York hehehe.
Sayangnya, novel ini serada-rada girly gimana gitu yah. Penuh dengan adegan yang menyentuh perasaan, yang akhirnya menimbulkan keharuan. Mas Iwan Setyawan ini lumayan bisa bikin pembaca novelnya meneteskan air mata. Mungkin ini gara-gara sosok anak SD yang terus menghantui Iwan di New York sana, yang menjadi teman berbagi Iwan saat kesepian, jauh dari keluarganya yang berada di Malang. Sementara di filmnya, karakter Iwan terkesan lebih tangguh sakti mandraguna gitu, lebih laki banget.
Enggak kebayang deh kalo cewek-cewek yang baca novelnya, apa mesti gue tes juga. Tapi novel yang ada di gue itu yang versi bahasa Inggris, bisa-bisa banyak cewek yang udah nangis di halaman pertama, mereka nangis bukan karena ceritanya, tapi karena bahasa Inggrisnya itu loh. Pokoknya, enggak nyesel deh baca novelnya, very inspiring.
Comments
Post a Comment