My Opinion About The Book: "Komik Corat-Coret: Made In Indonesia"

Judul: Komik Corat-Coret: Made In Indonesia
Penulis: Wahyu Aditya, dkk
Penerbit: Bentang Komik (PT Bentang Pustaka)
Tahun terbit: 2014, November (Cetakan Pertama)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,6
Cover:


Pertama kali gue tau tentang buku ini dari akun twitternya Mas Wahyu Aditya: @maswaditya. Waktu itu ada sharing tentang lomba menggambar yang diadain Kementerian Desain Republik Indonesia (KDRI), perusahaan kreatif miliknya Wahyu Aditya bekerja sama dengan penerbit Bentang Pustaka. Menurut infonya - kalo enggak salah - untuk karya yang menarik, nantinya akan mendapat kesempatan dicetak menjadi buku, atau komik lebih tepatnya. Pokoknya lomba ini sempet populer di twitland dengan tagar #BeraniMenggambar. CMIIW.

Suatu hari di musim semi, gue jalan-jalan ke toko buku di kota Serang, tempat gue tinggal. Gue enggak sengaja ngeliat buku ini. Judulnya “Komuk Corat-Coret: Made In Indonesia". Dengan cover merah terang, terlihat mencolok di antara buku-buku terbitan terbaru lainnya saat itu. Melihat nama Wahyu Aditya di cover buku tersebut, bikin gue tertarik. Sebelumnya, buku “Sila ke-6 Kreatif Sampai Mati” karya Wahyu Aditya sempat berhasil mencuri perhatian gue, dan sempet gue review di blog ini juga. Maka dari itu, gue putuskan buat beli buku yang akhirnya gue review di tulisan ini.

Saran gue buat anak muda yang gaul, beli buku ini!

Isi dari buku ini umumnya merupakan sebuah bentuk lain dari kritik yang disampaikan anak muda kreatif yang dimiliki Indonesia terhadap kondisi negaranya di masa kekinian. Tingkah laku keseharian yang terjadi di lingkungan kita, diangkat melalui cerita bergambar yang menarik dan berbeda dari yang lain. Memang Mas Wadit datang dengan energi kreatif yang selalu segar, dan ini yang membuat banyak sosok kreatif lainnya menjadi berani menyumbang karyanya, yang akhirnya ditampilkan dalam komik corat-coret ini.

Sindiran untuk fenomena anak muda masa kini tampil lewat karya gambar hasil seniman-seniman – atau mungkin bukan seniman tetapi hanya hobi menggambar – yang dibagi dalam beberapa tema. Sangat khas Indonesia, sehingga memang sesuai dengan tema besarnya yang Made In Indonesia. Beberapa karya bahkan bisa bikin gue tertawa terbahak-bahak saking lucunya, dan memang terjadi di sekitar kita. Bahkan, ada beberapa karya yang menceritakan hal-hal yang gue sempet alamin sendiri. Dikemas dalam komik, menjadi terobosan yang sangat baik untuk dibaca oleh kalangan muda Indonesia yang sudah malas membaca buku teks. Mudah-mudahan virus malas membaca ini segera hilang dari muka bumi Indonesia. Amin.

Sebuah karya yang bagus. Kritik tajam tentang keseharian anak muda yang mungkin sudah kehilangan rasa nasionalisme dan patriotismenya, juga tentang eksistensi dunia maya yang semakin lebay dan mereduksi eksistensi di dunia nyata, menjadi terkesan lebih halus. Membuat buku ini sangat mudah dicerna dan mudah-mudahan memberikan kesadaran terhadap objek yang mendapat sindiran. Semoga karya kreatif Mas Wadit, juga semua penggambar yang sudah berkontribusi dengan karyanya, terus menciptakan karya kreatif yang bisa menegur dan menggugah anak muda Indonesia secara umum, agar lebih merasa Indonesia lagi. Cinta tanah air.

Ketika kritik melalui gambar ini bisa diterima secara luas, mungkin suatu saat hadir komik yang menceritakan tentang biografi pahlawan, strategi politik, ideologi, sistem ekonomi, fisika, biologi, kimia, juga tema-tema yang lebih berat lainnya. Dengan demikian, minat pembaca dari generasi muda, yang memang kesehariannya lebih senang membaca manga, dapat turut memahami hal-hal berat melalui alur yang lebih ringan. Karena generasi muda sekarang butuh banyak membaca agar bisa bersaing dengan generasi muda mancanegara. Minat baca negeri ini masih kecil men. Itu pesen gue, maaf di tulisan ini gue kebanyakan masukin pendapat pribadi. Sekedar berbagi kegelisahan.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Pendidikan Kaum Tertindas"