My Opinion About The Book: "Revolusi dari Secangkir Kopi"

Judul: Revolusi dari Secangkir Kopi
Penulis: Didik Fotunadi
Penerbit: Mizan (PT Mizan Pustaka)
Tahun terbit: 2014, September
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,2  
Cover:


Revolusi? Lagi-lagi sebuah novel dengan tema revolusi lahir dari seorang penulis Indonesia. Sosok yang membagi pengalamannya sebagai generasi muda di ambang reformasi. Sosok mahasiswa yang pada pertengahan tahun 90-an menjadi motor penggerak perubahan bangsa, menuju era reformasi. Didik Fotunadi adalah salah satunya. Ia seorang mahasiswa di masa itu, yang jadi saksi sejarah, dan berinisiatif menulis kisahnya dalam sebuah buku harian, lalu kemudian membagi kesaksiannya itu lewat sebuah novel.

Awal mula ngeliat novel ini, gue sempet mikir apa hubungannya revolusi dengan kopi?! Hal itu yang memutuskan gue tetarik buat ngambil novel ini dari rak buku di toko buku langganan. Ternyata memang berhubungan. Sebuah pemikiran tentang apapun, termasuk tentang revolusi, muncul dalam proses diskusi yang jelas menghabiskan banyak waktu. Tak sedikit dari banyak diskusi tersebut ditemani dengan secangkir kopi, supaya lebih fokus. Biar enggak ngantuk.

Novel “Revolusi dari Secangkir Kopi” merupakan secuil kisah mahasiswa di masa-masa akhir pemerintahan orde baru. Dalam novel ini difokuskan pada sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa di kampus Institut Teknologi Bandung, yang dipenuhi dengan kegelisahan mengenai kondisi negeri di bawah rezim orde baru saat itu. Dengan ditemani bergelas-gelas kopi, banyak pemikiran progresif yang lahir sebagai niatan awal untuk melakukan perubahan di Indonesia masa itu. Tindakan yang sebetulnya tidak mudah. Tekanan dari pihak kampus negeri yang berada di bawah pemerintahan Orde Baru semakin mempersulit kegiatan mahasiswa mewujudkan cita-citanya tersebut.

Tokoh utama novel ini merupakan penulis novel ini sendiri. Mas Didik menceritakan kisah awal mula dirinya menjadi mahasiswa di salah satu kampus idaman di negeri ini, hingga kemudian ia terjun ke dalam dunia pergerakan mahasiswa ITB masa itu. Proses yang digambarkan secara detail di tahap pembentukan karakter sebagai mahasiswa yang siap bertarung, menjadi agen perubahan, memperjuangkan hak rakyat yang dibungkam oleh pemerintahan masa itu. Sebuah autobiografi kecil dari seorang Didik Fotunadi di masa ia menjadi mahasiswa.

Novel seperti ini mungkin memiliki tema yang sama dengan “Anak-Anak Revolusi” karyanya Mas Budiman Sudjatmiko, tetapi dengan sudut pandang yang berbeda. Tulisan mas Budiman melihat perjuangan meruntuhkan orde baru dari sisi gerakan aktivis, sedangkan Mas Didik lebih mengangkat sisi gerakan mahasiswanya. Novel ini cukuplah menjadi gambaran dasar tentang pemicu perjuangan mahasiswa kala itu, khususnya gerakan mahasiswa di kota Bandung. Nilai-nilai dasar yang mungkin bisa digali dalam bentuk baru, sesuai dengan landasan gerakan mahasiswa kekinian. Demi mencapai tujuan yang sama, yang juga menjadi cita-cita founding fathers negera ini: mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tulisan Mas Didik ini sebelumnya merupakan kolom cerita bersambung yang dimuat di harian Pikiran Rakyat di Bandung. Dengan judul yang sama, “Revolusi dari Secangkir Kopi” kemudian disatukan menjadi novel yang akhirnya gue review ini. Sebuah novel yang bisa menjadi referensi alternatif bagi semua yang ingin tahu keadaan negara di masa orde baru, yang katanya menakutkan itu. Sebuah cuplikan sejarah lewat sudut pandang berbeda, dibandingkan yang umum dituliskan dalam buku sejarah dan dokumentasi media massa. Layak dibaca.

Comments

  1. Mas Fikri, terimakasih catatannya.
    Saya saat ini sedang mengerjakan novel lanjutannya, periode 95-98 yang terlompat dalam #RDSK. Semoga segera bisa menemui sahabat-sahabat semua

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama mas, terimakasih juga udah ngasih referenswi sejarah gerakan mahasiswa di akhir orba. :)
      Ditunggu lanjutannya mas, mudah-mudahan bisa menginspirasi kawan-kawan mahsiswa hari ini.

      Delete
    2. Ditunggu Mas Didik novel lanjutannya

      Delete
  2. Bukunya sangat menarik sepertinya ya bang fikri, semoga dapat kesempatan untuk membaca buku ini. Dengan kopi kita bisa berdiskusi tentang apa saja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Monggo dibaca mas Akbar bukunya.
      Kebetulan yang bikin buku juga udah kasih komentar :)

      Mari ngopi, mari diskusi :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Hilang"