My Opinion About The Book: "Dilan (dia adalah Dilanku tahun 1990)"
Judul: Dilan (dia adalah Dilanku tahun 1990)
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books
Tahun terbit: 2015, Juli (Cetakan ke-13)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,7
Cover:
Awal tahun 2015 ini, gue
iseng-iseng ke toko buku. Kebetulan sebuah novel bercover biru langit ini
terpampang di garis depan pintu masuk toko buku tersebut. Seolah menyambut
kedatangan gue. Tertulis disamping tumpukan novel ini, sebuah frase: ‘Buku
Laris’. Frase yang akhirnya bikin gue ngeluarin duit buat beli novel ini. Gue
sebenernya sangat telat kalau memang harus menceritakan tentang novel ini.
Sebuah novel yang laris manis bak kacang goreng di pasaran. Tentunya banyak
orang yang udah pada tahu. Meskipun telat, apa salahnya gue coba menuliskan
sudut pandang gue tentang Dilan.
Novel ini menceritakan seorang
anak SMA tahun 1990 di Bandung, yang bernama Dilan. Uniknya, sosok Dilan ini
diceritakan melalui sudut pandang seorang cewek yang bernama Milea. Milea dan
Dilan mempunyai sebuah hubungan yang unik. Kehidupan mereka berdua inilah yang
akhirnya menjadi dasar cerita dari novel Dilan ini. Banyak konflik dan kisah
yang memang khas era tahun sembilan puluh, yang mungkin dalam sebuah hubungan
cowok cewek SMA kekinian sudah dianggap kuno. Seperti soal berpacaran via
telepon, sikap cewek yang malu-malu, surat-suratan, juga kondisi Bandung yang
masih asri. Hal yang tak didapatkan lagi saat ini, atau mungkin sulit didapat.
Sumpah, gue ngebaca novel ini
berulang-ulang. Hanya karena terkesan dengan alur yang dituliskan oleh sang
penulis yang enggak biasa banget. Pidi Baiq, yang di dunia maya biasa dipanggil
Ayah oleh netizen, terutama di twitter, memang seorang sosok yang unik. Kreatif
dalam menggugah rasa seorang pembaca ketika menuturkan ceritanya. Pas gue baca
ini novel, seakan-akan gue terlibat langsung, masuk ke dalam cerita Dilan. Atau
mungkin gue aja yang ngerasa begitu, sementara orang lain mah enggak.
Gue sendiri lebih dahulu mengenal
karya Pidi Baiq justru bukan di dunia tulisan. Dari lagu Cita-Citaku The
Panasdalam adalah pertama kali gue tau sosok penulis yang satu ini. The
Panasdalam sebuah band atau komunitas, atau apalah itu, merupakan kelompok
penghibur yang dulu sempat populer pas gue tinggal di bandung di awal-awal
milenium baru. Dan sekarang Dilan, ngingetin gue sama karyanya Hilman Hariwijaya
di masa gue kecil dulu: Lupus. Sosok yang juga sangat populer ketika serialnya
diputar di televisi di era reformasi dulu. Pokoknya novel Dilan sangat gue
rekomendasikan sekali untuk dibaca oleh generasi kekinian. Biar gaya pacaran lu
enggak pada ribet.
Comments
Post a Comment