My opinion About The Book: "Dunia Sophie"
Judul: Dunia Sophie: Sebuah Novel Filsafat
Terjemahan dari: ‘Sofies Verden’, Norwegia, 1991
Penulis: Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan (PT Mizan Pustaka)
Penerjemah: Rahmani Astuti
Tahun terbit: 2015, Februari (Cetakan ke-15)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,6
Cover:
Hai guys, gue balik lagi nih
nulis di blog gue. Kali ini gue mau nulis review tentang salah satu novel
fenomenal di dunia yang udah terjual jutaan buah di puluhan negara. Novel
karangan Jostein Gaarder dari Norwegia yang sangat fenomenal ‘Dunia Sophie’.
Pertama kali gue baca buku ini di tahun 2003 di Bandung, di sebuah taman bacaan
yang terletak tak jauh dari tempat gue tinggal. Waktu itu baru baca beberapa
halaman aja gue udah dibikin bingung, tapi tetep gue paksain baca sampai
selesai. Namun, gue enggak nangkep sama sekali apa yang terkandung dalam
ceritanya, selain tentang sejarah filsafat. Sebuah hal yang sedikit memusingkan
pada masa itu.
Gue bertemu lagi dengan buku ini
ketika gue masuk kuliah di Ibukota Provinsi Banten, Kota Serang. Dimana gue bertemu
dengan beberapa teman yang lagi diskusi soal novel ini yang menjadi bacaan
wajib di salah satu jurusan. Entah mata kuliah apa, toh gue sendiri enggak
pernah diwajibkan baca ‘Dunia Sophie’ di semua mata kuliah yang gue jalanin di
jurusan gue. Tapi menurut gue, menjadi kekaguman tersendiri kepada dosen yang
mewajibkan mahasiswanya membaca sebuah novel filsafat. Wah, kayaknya seru.
Singkat kata gue terlibat dalam diskusi tentang novel ini. Merasa sudah pernah
membaca, gue sekenanya aja turut berkomentar. Namun, akhirnya gue disuruh buat
ngebaca ulang apa yang tertulis di dalam salah satu masterpiece om Jostein
tersebut.
Oke, gue baca deh. Novel ini
bercerita tentang sejarah filsafat, dari sejak zaman Yunani Kuno, zaman
kegelapan Eropa, hingga masuk ke masa reinasance, zaman keemasan materialisme,
dan berakhir di masa filsafat modern yang dimana penulis novel ini
menggambarkan tentang perjalanan alam semesta yang misterius dan tak ada
habisnya jika diceritakan. Dari para filsosof alam di masa Yunani Kuno, kembali
ke filosof alam di masa kini, yang diwakili oleh sosok Ayah Hilde, seorang
tentara PBB yang ditugaskan di Lebanon. Sebuah siklus yang tanpa disadari
berputar kembali ke awal ilmu filsafat itu mulai berwujud. Hal tersebut yang
kemudian gue tangkep setelah gue baca lagi novel om Jostein ini. Dan entah
kenapa dari sejak gue baca novel tersebut untuk kedua kalinya, gue tertarik
buat baca karya-karya Jostein Gaarder lainnya.
Om Jostein sebagai penulis,
menjelaskan sejarah filsafat yang pernah bertentangan dengan dogma gereja,
berdasarkan pengetahuan terhadap sejarah agama yang dianutnya. Sehingga,
mungkin gue sebagai muslim agak sedikit tidak sepaham dalam beberapa aspek
kelimuan filsafat yang diketahui lahir dari peradaban barat yang mengagungkan
kebebasan berpikir. Terutama setelah Eropa lepas dari masa kegelapan, dimana
agama disimpan dalam-dalam di dasar hati, agar otak terbebas dari
batasan-batasan dogma agama yang mengekang pemikiran. Ilmu pengetahuan memang
berkembang pesat ketika dunia barat dengan materialismenya berhasil melahirkan
manusia yang mampu berpikir, kemudian menciptakan sesuatu, hanya berdasarkan
dari akalnya saja. Tanpa tuntunan agama yang mayoritas dikuasai oleh gereja di
masa itu.
Filsafat, ilmu pengetahuan yang
menggambarkan proses berpikir seorang manusia dalam mengungkap
pertanyaan-pertanyaan kehidupan. Jika anda semua ingin belajar filsafat,
selayaknya mempertimbangkan ‘Dunia Sophie’ menjadi salah satu panduan pengantar
guna memasuki dunia ilmu filsafat lanjutan, yang membahas teknis berpikir yang
benar dengan beberapa panduan cara berpikir seorang filsuf. Karena menganggap
novel ini asyik, pada awal tahun ini gue menyisihkan sedikit uang untuk
memiliki novel ini sebagai cara untuk menghargai om Jostein, dan juga agar
novel tersebut bisa gue baca nanti, dan juga bisa dibaca sama anak-cucu gue
mungkin. Hehehe. Selain ‘Dunia Sophie’ ini ada juga beberapa karya Jostein yang
gue beli. Nanti deh gue bikin review tentang karya-karya Jostein Gaarder
lainnya.
Hal yang mesti digarisbawahi, dalam
pola pikir penulis yang memang bagian dari budaya barat, beliau berasumsi bahwa
dengan kemampuan diri sendirilah manusia bisa hidup dan survive dalam menjalani
hari demi hari dalam hidupnya. Jostein membuktikan teori itu dengan sedikit
keangkuhan khas barat (mungkin) melalui – lagi-lagi – Hilde dan Ayahnya yang
menciptakan karakter Alberto dan Sophie. Human creates his own story. Sedangkan
gue sebagai muslim meyakini, ada kuasa Tuhan dalam perjalanan hidup manusia.
Sayangnya gue enggak begitu paham akan sejarah dan perkembangan filsafat Islam
itu sendiri. Adakah seorang muslim yang berbaik hati menuliskan tentang
filsafat Islam seperti Jostein Gaarder?
Comments
Post a Comment