Abadikan Dalam Tulisan
Abadikan
dalam tulisan.
Sebuah
kalimat yang akhirnya menjadi teramat intim bagiku. Sebagai seorang yang gemar
memenuhi buku tulis dengan catatan pribadi, aku mulai merasakan aku ini adalah
seorang penulis.
Aku
tak yakin.
Saat
ini pun aku masih merasa aku ini hanya manusia iseng yang sering berdialog
dengan angan, menggali sebuah ingatan, berujar dalam keheningan, kemudian
menumpahkannya pada kertas putih bersih yang kubeli dari warung.
Aku
masih tak yakin.
Sedari
ku masih sekolah, buku tulisku kupenuhi dengan cerita fiksi hasil karanganku.
Cerita itu kuberikan pada teman-temanku. Terasa bangga ketika mereka tertawa dan
dibuat kagum oleh kisah-kisah fiksi yang kuceritakan. Saat itu aku hanya
sebatas anak SMP, bukan penulis.
Masa
SMA pun seperti itu.
Setiap
ada waktu luang, kuhabiskan waktuku untuk membaca, menulis, dan menggambar. Ada
satu lagi muncul hobi baru, yaitu bermain musik. Beberapa tulisan pribadiku
berhasil kugubah menjadi syair. Lirik lagu hasil ciptaan yang tak seberapa.
Semua berawal dari menulis. Mengabadikan ide dalam kata.
Setelah
SMA datanglah masa pencarianku.
10
tahun kemudian berlalu dengan berbagai capaian. Tanpa ada satu pendokumentasian
diri yang bisa menjadi bukti. Aku menjauhkan diri dari bercerita lewat tulisan.
Lebih karena asyiknya dunia nada yang kugeluti. Hobi menulisku kian terpusat
dalam penulisan lirik. Meski tak banyak syair lagu yang akhirnya bisa
diperdengarkan.
Aku
merasa senang menjadi pemusik, bukan sebagai penulis.
Ada
masanya aku menulis beberapa pemikiranku. Disibukan dengan dunia kemahasiswaan,
ku mengenal apa yang kata orang disebut paham alias isme. Tak pelak lagi,
pernah ada bagian dari hidupku mengaguminya. Sosok isme sebagai landasan untuk
bertindak. Banyak buku kulahap. Kuhabiskan, diiringi hadirnya dialektika setelah
kubaca halaman akhir. Kucatat pemikiranku. Hingga di ujung masa idealis itu
habis, selaras dengan menghilangnya catatan-catatan pemikiranku.
Dunia
mahasiswa adalah dunia yang paling menguntungkan. Posisi dimana aku merasa
sejajar dengan Tuhan, hanya karena kata maha yang disematkan padaku. Merasa
terbebaskan dari ikatan wajib tunduk pada-Nya. Eksplorasi pemikiran yang
sedikit berlebihan.
Dalam
jangka waktu 10 tahun itu, aku berproses. Dari pribadi angkuh sebagai yang maha
dalam dunia pendidikan, hingga menjadi manusia tanpa daya di hadapan yang Maha
Satu. Hidup dalam kegelisahan, menjadi alasanku untuk kembali menulis. Sebagai
motivasi agar tak hilang akal.
10
tahun yang bermakna, dan tiada sedikitpun sesal kurasa. Meski berakhir tanpa
sebuah gelar. Tanpa gelar, aku bukan seorang sarjana. Gelar sarjana, sebuah
kebanggaan yang tertulis di undangan pernikahan dan sebuah batu nisan. Aku tak
butuh itu. Hanya pengalaman dan Tuhan yang jadi saksi bahwa 10 tahun kujalani
dengan menyandang gelar sebagai yang maha dari seluruh siswa.
Kini
kuceritakan 10 tahun kemerdekaanku dalam sebuah tulisan ini. Tetap saja, aku
bukan seorang penulis.
Wafatnya
Ibunda, menandai habisnya 10 tahun tersebut. Aku harus bergerak maju. Berbagai
rencana kususun. Sebagian besar gagal, dengan sedikit keberhasilan. Lagi-lagi,
semua kutuliskan dalam sebuah cerita. Cerita ini salah satunya. Sekedar menjadi
bahan pembelajaran yang akan kubaca lagi di waktu mendatang.
Menulis
menjadi suatu hal yang mengasyikan, ketika sebuah tawaran datang kepadaku.
Menulis sebuah buku dokumentasi perjuangan sebuah organisasi kemanusiaan. Tak
sengaja, aku bertemu dengan manusia-manusia hebat yang menyatakan diri sebagai
penulis. Aku mulai bergaul bersama mereka.
Tapi
tetap terasa bahwa aku bukan seorang penulis. Aku hanyalah amatiran yang doyan
bercerita via tulisan.
Aku
masih belum yakin.
Saat
ini, awal November 2015 sebuah buku hasil karya tulisanku sampai di tanganku. Setengah
tak percaya. Aku berhasil menulis sebuah buku. Tapi itu bukan hasil karanganku,
aku hanya merangkum beragam pengalaman dari para pahlawan kemanusiaan.
Buku
yang menceritakan tentang dokumentasi kemanusiaan. Perjuangan masyarakat
Indonesia di berbagai daerah dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Bantuan dari
sebuah organisasi kemanusiaan menjadi solusi. Sebuah anugerah Allah ketika aku
mendapat kepercayaan untuk menuangkan cerita tersebut ke dalam sebuah buku.
Buku
tersebut berhasil kurampungkan, meski jauh dari sempurna. Semoga menjadi
manfaat untuk khalayak.
Aku
akhirnya meyakini bahwa aku adalah penulis. Meski amatir.
Mantabbbbb... Ditunggu Launching Bukunya... Mau Jadi Moderator Launchingnya lah
ReplyDeleteHehehe, marilah dilaunching, kerjasama Progresnews + ACT :D
Delete