Romantisme Kuota

Generasi muda dan jaringan internet sedang menjalani hubungan yang teramat romantis di dekade terakhir kehidupan dunia. Dua sejoli ini nampaknya sukar untuk dipisahkan satu dengan lainnya. Seolah-olah antara satu dengan yang lainnya merupakan suatu kesatuan yang harmonis, tanpa ada cela sama sekali.

Hubungan antara keduanya pun seakan sudah menjadi lumrah bagi seluruh dunia. Semua orang mengetahui bahwa anak muda masa kini sudah bisa dipastikan menjadi manusia pemuja teknologi informasi. Beragam manfaat memang diraih lewat perkembangan teknologi yang terjadi.

Meeting sudah bisa dilakukan tanpa tatap muka, sehingga berbagai kesepakatan muncul tanpa cost yang besar, malah cenderung tanpa biaya. Kemudahan-kemudahan semakin memanjakan generasi muda. Dengan sebuah gadget, sambil tiduran di kamar pun, anak muda saat ini sudah bisa melihat dunia. Bahkan, banyak yang mampu berkontribusi dalam berbagai peristiwa di belahan dunia lainnya.

Itu terjadi dengan tanpa meninggalkan rumah. Sehingga banyak bermunculan enterpreneur tanpa kantor. Formalitas, birokrasi, dan segala tetek bengek lainnya berhasil dipangkas oleh kemajuan teknologi. Manusia kekinian tak perlu lagi KTP, cukup bermodalkan alamat email, segala macam hal bisa dilakukan.

Media sosial menjadi panggung ajang ekspresi, melahirkan kreativitas. Setiap orang menjadi selebritis. Bak artis yang disaksikan banyak penggemar yang biasa disebut friend atau follower. Era keterbukaan informasi yang membuat batas-batas negara dan budaya menjadi maya. Sebaliknya, dunia maya menjadi semakin nyata.

Tak jarang lahirlah karakter bermuka dua. Kepribadian seseorang kini semakin sukar ditebak. Muncul sosok-sosok bertopeng, yang tak jarang berperilaku berbeda dalam dunia maya, dengan di kehidupan nyata. Menipu mata. Kemudian terjadi berbagai tindak kriminalitas di dunia maya, membuatnya semakin nyata. Era globalisasi lahirkan dua sisi, positif dan negatif. Ekses buruk selalu mengikuti.

Kemajuan teknologi tidak bisa selaras dengan kemajuan moral penggunanya. Manusia selalu berpikir kreatif guna memenuhi keinginannya. Menjelajahi belahan dunia via internet kerap kali disalahgunakan menjadi penjelajahan belahan dada. Generasi muda terkungkung dalam geliat nafsu yang dengan mudahnya tersaji berkat teknologi.

Selain itu, lahirlah generasi gamers yang lebih suka siakan waktu di depan layar komputer. Seru dan menantang, begitulah sebuah permainan menuntut rasa penasaran anak-anak muda. Tanpa latihan fisik yang mumpuni, seorang gamers bisa menjadi tentara. Tanpa memiliki sebuah Lamborghini juga keahlian mengemudi yang belum tentu baik, si gamers bisa menjuarai gelaran balapan ketahanan 24 jam Le Mans yang terkenal.

Saling tembak, saling serang, meledakan bom disana-sini, akhirnya mengilhami segelintir generasi muda yang rusak mentalnya, untuk mencoba berpraktek secara langsung di dunia nyata. Maka tak aneh jika kita mendengar ada penembakan di sebuah sekolah, atau peledakan bom di sebuah mall, toh generasi muda saat ini sudah mengenal hal-hal yang demikian, dan menganggapnya wajar.

Kekerasan dikenalkan via game-game tak berpendidikan. Jaringan internet pun membuka ruang seluas-luasnya bagi para penikmat judi. Entah kriminalitas seperti apa lagi yang membuat dunia maya semakin mirip dengan kenyataan hidup sehari-hari. Dalam hal ini mungkin si maya dan si nyata saling mempengaruhi.

Keawaman orang tua dan para penggiat moral dan dogma, seperti guru dan ustadz, menjadikan generasi muda bebas melenggang dalam panggung teknologi. Masih bisa disyukuri, banyak nilai positif yang lahir dari adanya sosok jaringan internet. Memang sebuah senjata, secanggih apapun senjata tersebut, keahlian san pemegang senjata itu sendiri yang mengantarkan senjata ke arah manfaat atau mudarat. Begitu kata pepatah.

Hanya sekedar mengingatkan, romantisme anak muda dengan gadgetnya ini jangan sampai menghilangkan etika. Karena hidup adalah memberi manfaat, dan semua manusia menjalani peristiwa hidup yang satu kali saja. Janganlah menjadi hidup yang sia-sia. Dunia maya harus tetap menjadi maya, meski mempermudah jalannya hidup, tetapi interaksi langsung antara sesama manusia yang lebih mendahulukan rasa adalah yang utama.

Silaturahmi secara tatap muka mendekatkan pada rezeki. Dengan demikian kondisi secara langsung seorang sahabat dapat kita rasakan sakit dan senangnya jika kita bertemu muka. So, boleh saja habiskan waktu berselancar di dunia maya, tetapi jangan sampai mematikan rasa.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"