Media Sosial Jilid II

Coba deh bayangin, kalo tulisan kita dari semua media sosial punya kita dicetak jadi buku, seberapa tebelnya buku itu?

Jadi, menurut gue mending kumpulkan ide-ide cemerlang kalian, buat dijadikan sebuah karya tulis berwujud buku. Karena jika hanya menjadi status media sosial, manfaatnya enggak ada. Gimana coba kalo akun media sosial kita diblokir? Mau curhat dimana?

Ide yang dituliskan ke dalam sebuah buku akan lebih berharga daripada jadi status media sosial aja. Meski akhirnya bisa jadi orang lain yang menerapkan ide kita tersebut dalam tindakan nyata. Toh teori Karl Marx aja dieksekusi sama Lenin kok. So, menurut gue buku is the best. Minimalnya kita dapet royalti dari penulisan ide kita ke dalam sebuah buku tersebut. Itupun jika karya kita ditampung dan dicetak penerbit sih.

Buku kalo menurut gue juga masih menjadi dokumentasi paling ideal. Karena medsos kalo menurut gue enggak tahan lama, enggak kayak buku. Buku bisa disimpen di rak buku, lemari buku, dan semakin banyak buku bisa bikin taman baca, perpustakaan. Bermanfaat bagi banyak pihak, itu juga kalo banyak yang baca. Menjadi lokasi untuk bertukar pikiran, berdialektika. Itulah salah satu ide gue, yang di kemudian hari semoga bisa diwujudkan. A Bookpark. Karena literasi memajukan generasi.


Meski saat ini gue aja masih nulis di blog, belum bikin buku. Tapi suatu saat gue bakal bikin buku kok, menebar manfaat buat banyak orang. That’s my target. Doain ya. Sampai jumpa di lain kesempatan. Jangan berhenti di status media sosial aja.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"