My Opinion Abotu The Book: "Jalan Lain ke Tulehu"

Judul: Jalan Lain Ke Tulehu
Penulis: Zen RS
Penerbit: Bentang (PT Bentang Pustaka)
Tahun terbit: 2014, Mei
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,2
Cover:

Kali ini gue bakalan nulis tentang novel bertema sepakbola guys. Novel karya Zen RS ini berjudul ‘Jalan Lain ke Tulehu’. Novel ini menjadi sebuah pengantar menuju sebuah film nasional yang juga bertema sepakbola, yang berjudul ‘Cahaya Dari Timur’. Rilis di waktu yang berbarengan, novel dan film ini merupakan satu kesatuan paket yang bisa memberikan pemahaman dengan kondisi Maluku, lebih tepatnya Ambon dan sekitarnya, di awal milenium yang suram. Sejarah kelam memang pernah terjadi di bumi Maluku. Pertikaian yang dipicu sentimen SARA menghilangkan banyak nyawa di kala itu. Namun, dengan perlahan rasa benci terkikis dan kemudian hilang. Ambon kembali menjadi manise. Salah satu faktor yang mempersatukan masyarakat Ambon kala itu adalah sepakbola.

Gentur merupakan salah satu wartawan yang ditugaskan untuk meliput kondisi Ambon di tengah pertikaian di tahun 2000. Gentur sendiri pernah mengalami trauma terkait kerusuhan Mei 1998, sebuah sejarah kelam ibukota. Kekasihnya menjadi salah satu korban dalam tragedi tersebut. Hal ini menghantui Gentur, apalagi konflik Ambon sama-sama didasari isu SARA. Dalam proses meliput kondisi Ambon, Gentur heran melihat tim nasional Belanda yang sedang bertarung di ajang Euro 2000 bisa meredam konflik, meski hanya sementara. Sebuah keunikan Ambon, dimana masyarakatnya, pada umumnya menjadi penggemar timnas oranye karena sejarah masa lalu. Banyak pemain keturunan Maluku menjadi punggawa di tim nasional Belanda. Rasa pertalian darah yang ternyata mampu meredam situasi mencekam Ambon.

Gentur dipertemukan dengan Said dalam situasi konflik yang berkaitan dengan hobi masa kecilnya ini. Kondisi yang membawa dirinya terjebak di suatu desa bernama Tulehu. Tulehu ternyata menjadi salah satu desa yang melahirkan bakat-bakat sepakbola terbaik negeri ini. Sepakbola menjadi bakat alami warga Tulehu, yang kemudian mengantarkan banyak warganya itu merantau ke Jawa demi karir sepakbola. Tak sedikit yang akhirnya gagal, Said salah satunya. Gentur hadir disaat hidup Said terpuruk karena kondisi ekonomi dan konflik Ambon yang sedang terjadi. Hal yang kemudian terjadi adalah kondisi Tulehu yang terseret masuk ke dalam konflik SARA berkepanjangan yang memaksa Said turut terlibat di dalamnya. Bagaimana nasib Gentur dan Said? Silahkan baca sendiri novelnya.

Gue sendiri baca novel ini setelah beberapa bulan sebelumnya menonton film ‘Cahaya Dari Timur’. Latar utama novel lebih fokus di masa Ambon dan sekitarnya dirundung konflik SARA. Sementara filmnya hanya mengupas sedikit saja masa tersebut, dan lebih memfokuskan pada peristiwa setelah konflik reda. Trauma anak-anak Maluku atas konflik yang pernah ada, membuat muncul rasa dendam diantara anak-anak tersebut. Namun, sepakbola menjadi alat pemersatu mereka, dan kemudian mengikis dendam. Begitulah hal yang gue tangkep dari filmnya. Novel itu sendiri lebih menggambarkan konflik batin para tokoh di dalamnya dalam menghadapi perang saudara yang terjadi di Maluku.

Isu SARA yang menjadi pemicu konflik, ternyata tak lepas dari kondisi ekonomi dan politik yang tidak merata. Konflik terjadi karena kesejahteraan rakyat yang tidak terwujud. Gue sendiri berharap konflik seperti ini enggak terjadi lagi di bumi nusantara. Namun, ada kalanya bangsa ini memang mudah diprovokasi. Entah ini adalah ekses dari pendidikan yang tidak merata, atau memang karakter bangsa, gue enggak paham. Perbedaan sedikit saja bisa memicu konflik. Beda klub bisa berantem, dukung capres yang beda juga berantem, beda kelamin pun berantem. Hal yang harus ditanamkan di kepala bangsa ini, termasuk di kepala gue adalah: manusia itu beragam, enggak bisa seragam. Justru keaneka-ragaman itulah yang membuat eksistensi seseorang dibutuhkan. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki kelemahan, dan kelebihan orang lainlah yang menutupinya, sehingga akhirnya terlihat sempurna. Begitulah Indonesia di mata gue.

Zen RS sangat memahami apa yang dituliskannya dalam novel ini. Selama ini beliau dikenal sebagai analis sepakbola yang sering menulis artikel olahraga nomor satu sejagad di media massa. Disamping menulis, bang Zen juga dikenal sebagai editor. Bukunya mas Budiman ‘Anak-Anak Revolusi’ merupakan salah satu buku yang diedit-edit sama bang Zen ini. Ia pun menjadi salah satu pendiri Panditfootball, sebuah situs yang membahas sepakbola dari berbagai sudut. So, monggo dibaca novelnya dan ditonton filmnya, biar lebih afdol dan memahami salah satu sejarah kelam yang pernah terjadi di negeri ini.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"