My Opinion About The Book: "Tuhan Yang Kesepian"
Judul: Tuhan Yang Kesepian
Penulis: Tasirun Sulaiman
Penerbit: Bunyan (PT Bentang Pustaka)
Tahun terbit: 2013, Mei
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,3
Cover:
Guys, kembali lagi
di blog gue! Kali ini gue coba ngebahas buku yang kemaren gue beli di salah
satu toko buku online. Buku karya Tasirun Sulaiman ini berjudul ‘Tuhan yang
Kesepian’. Judulnya beneran menarik perhatian gue nih. Mungkin gue sendiri agak
telat baca ini buku sehingga secuil materi di dalam buku ini terkesan agak
enggak update. Tapi hal tersebut enggak ngerusak keseluruhan isi dari buku ini.
Mas Tasirun menulis sebuah buku yang unik. Dan sedikit peringatan buat yang mau
baca buku ini, agar membuka pikirannya terlebih dahulu sebelum membaca. Agar
tidak timbul justifikasi terhadap apa yang dituliskan dalam buku ini. Yaaa
pokoknya kayak baca buku-bukunya Emha, Pramoedya, atau karyanya mbah Tedjo.
Buku ini berisi
tulisan-tulisan mas Tasirun terkait dengan agama yang dianutnya: Islam.
Keresahan mas Tasirun dengan sikap-sikap intoleran dari umat mayoritas di
nusantara, pemanfaatan agama sebagai jubah politik, stigma-stigma agama yang
harus terus diuji kebenarannya, dan berbagai macam hal tentang muslim, dikupas
secara unik. Membuat kita yang membaca menjadi merasa malu dan ingin
memperbaiki diri. Memang, seorang yang beriman tentu fluktuatif dalam
keimanannya. Wajar, karena setan merupakan penggoda yang militan dan tidak
mudah menyerah. Maka dari itu, seorang muslim seharusnya enggak ngerasa paling
benar dibanding muslim lainnya, yang akhirnya menjustifikasi sesat dan tidaknya
seseorang.
Dosa dan pahala
adalah urusan Tuhan. Manusia adalah makhluk yang harus terus belajar dalam
menggali nilai kebenaran yang terkandung dalam agama. Ketika melihat suatu hal
yang enggak bener, sudah seharusnya yang sadar ya mengingatkan. Namun,
gunakanlah cara mengingatkan yang baik. Jika himbauan dan teguran dirasa tak
efektif. Maka doakanlah mereka yang tersesat itu agar segera kembali ke jalan
Tuhan. Bukan malah memberikan justifikasi. Jika memang segala cara tidak berhasil,
maka kesabaran adalah hal yang terbaik. Pasrahkan semuanya kepada Tuhan. Mas
Tasirun bilang sih ya janganlah kita berlagak menjadi tuhan, menentukan apa
yang benar dan apa yang salah tanpa berpatokan pada aturan. Gue sepakat sama
pemikiran tersebut.
Gara-gara buku ini
gue jadi ngerasa bukan apa-apa dalam agama yang gue anut. Gue ngerasa ilmu
agama gue yang paling rendah dibanding umat muslim yang lain. Gue malu, dan gue
ngerasa harus lebih banyak belajar lagi. Maka dari itu, buat yang ngebaca
review ini, kasih gue referensi buku-buku agama dong. Kalau emang keren, pasti
gue tulis reviewnya di blog gue ini. Dan segala buku menurut gue keren kok,
asal kita membacanya dengan pemikiran yang terbuka. Jangan sampai isi sebuah
buku kita telan mentah-mentah tanpa kita analisa lebih dalam dengan pisau
analisis referensi kita pribadi. Karena setiap buku adalah hasil pemikiran
penulisnya, yang sudah tentu subjektif. Akan tetapi, setiap pembaca memiliki
idealismenya sendiri. Sebuah hal yang akhirnya menimbulkan tafsiran-tafsiran
dan manfaat yang khas bagi setiap pembaca dan buku yang dibacanya. Something
special. So, marilah membaca dan menambah ilmu. Asa teu nyambung nyah?! :P
Comments
Post a Comment