My Opinion About The Book: "When God Was A Rabbit"
Judul: When God Was A Rabbit
Terjemahan dari: ‘When God Was A Rabbit’ terbitan
Headline Publishing Group, Great Britain, 2011
Penulis: Sarah Winman
Penerbit: Bentang (PT Bentang Pustaka)
Penerjemah: Rini Nurul Badariah
Tahun terbit: 2011, Agustus
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,2
Cover:
Sebuah novel hasil
karya seorang aktris Inggris bernama Sarah Winman menarik perhatian gue di
salah satu toko buku. ‘When God Was A Rabbit’. Judul yang aneh, menabrak pakem
ketuhanan yang dipahami oleh masyarakat awam Indonesia. Tentunya sebuah judul
kontroversial, yang jika tak sengaja dilihat oleh seorang yang religius,
mungkin akan membuatnya marah. Masa Tuhan dulunya seekor kelinci??? Ah,
daripada gue penasaran dan banyak mikir yang enggak-enggak, mending gue beli
deh. Akhirnya, tulisan Sarah Winman ini menjadi salah satu buku yang ada di
rumah gue. Gue baca deh novel ini dalam dua hari. Kemudian gue tulis reviewnya
disini. Monggo disimak.
Novel ini
menceritakan kehidupan sebuah keluarga kelas menengah yang akhirnya menjadi
kaya raya di negeri Inggris sana. Bukan perjalanan meraih kekayaannya sih yang
diceritain, tetapi kisah hidup seorang anak yang menjadi bagian dari keluarga
tersebut. Anak itu bernama Eleanor Maud, atau biasa dipanggil Elly. Elly
memiliki seorang kakak lelaki bernama Joe yang berusia lima tahun lebih tua.
Ayahnya seorang pengacara, dan ibunya seorang bidadari. Begitulah Elly melihat
keluarganya. Sejak kecil Elly tidak percaya dengan kisah-kisah religius,
terutama tentang kelahiran Yesus. Bahkan, ia mencurigai Maria melakukan
hubungan di luar nikah. Begitulah pemikiran seorang berusia tujuh tahun yang
unik, yang membuat ibunya mengelus dada. Sementara ayahnya hanya tersenyum akan
hal itu.
Suatu hari, Joe
memberikan sebuah hadiah untuk Elly seekor kelinci. Kelinci itu yang kemudian
dinamai God. Guru sekolah Elly menganggap itu keterlaluan, sebuah penistaan
agama. Akan tetapi, nilai liberal yang diterapkan di dalam keluarga Elly
mengganggap nama tersebut bukan sebuah masalah. Hari-hari Elly terus berjalan,
hingga akhirnya ayahnya menjadi jutawan setelah memenangkan sebuah lotere.
Disitulah Elly pertama kali melihat ayahnya menyebut nama tuhan. Sebuah sisi
religius yang baru disaksikan oleh Elly kecil. Kekayaan yang melimpah, membuat
keluarga Elly berpindah tempat tinggal ke lokasi yang lebih luas. Sayangnya,
Elly sendiri tidak setuju dengan perpindahan ini. Ia tidak mau kehilangan
seorang sahabatnya yang bernama Jenny. Disamping itu, kejanggalan mulai
terlihat dalam diri Joe, dan hanya Elly yang memperhatikan hal tersebut.
Kisah Elly
berlanjut di lokasi tempat tinggalnya yang baru. Ia beranjak remaja. Setelah
sekian tahun dihubungkan lewat jaringan telepon, Elly dan Jenny akhirnya
berpisah. Tak ada lagi percakapan panjang via telepon di malam natal diantara
keduanya. Elly pun menjalani hidupnya bersama God, yang tak lama kemudian mati.
Natal demi natal di setiap tahunnya menjadi latar dari kisah Elly. Setiap
liburan natal, keluarga Elly selalu mendapatkan kisah-kisah menarik, lucu,
maupun duka, yang tak bisa dilupakannya. Sampai akhirnya Elly dewasa. Dimana
ternyata hidup lebih rumit dari yang diperkirakannya. Kehadiran kembali Jenny
yang tak diduga membuat Elly senang sekaligus heran atas tragedi yang terjadi
dengan sahabatnya tersebut. Sementara Joe semakin terbuka menunjukan
kesukaannya terhadap laki-laki. Apa yang terjadi berikutnya? Baca sendiri ya
hehehe.
Sebuah karya yang
unik. Di negara kerajaan yang berlandaskan ketuhanan seperti Inggris,
nilai-nilai liberal dan sekuler sangat menonjol dalam novel ini. Lagu
kebangsaan God Save The Queen mungkin hanya tinggal harapan segelintir pihak
saja. Inggris ternyata sudah mulai meninggalkan God itu sendiri. Kultur yang
sangat berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia. Inggris memang menjamin
kebebasan yang seluas-luasnya bagi para penduduknya. Sehingga dalam ekspresi
seni yang dituangkan ke dalam karya sastra berupa novel pun, nilai-nilai yang
menurut gue enggak normal, di Inggris menjadi normal-normal aja tuh. Sebuah
perbedaan budaya yang mencolok.
Comments
Post a Comment