BBM, Nasibmu Kini...
BBM turun, dan tak
ada media membuat liputan khusus akan hal ini. Harga minyak dunia yang menurun
dengan drastis, tak lagi menjadi sorotan. Publik sepertinya lupa dengan
kisah-kisah lama tentang kenaikan BBM yang meresahkan. Demonstrasi besar
terjadi jelang kenaikan harga BBM, juga aksi wakil rakyat yang beraksi bak
pahlawan di Senayan, hanya tinggal sejarah. BBM turun tak ada yang ngotot
menuntut perubahan RAPBN, karena ada dana surplus untuk pembelian BBM.
Penyesuaian harga pun dilaksanakan setengah hati, tanpa ada kawalan media
massa. Euforia masyarakat pun terkesan biasa saja. Mereka sudah terbiasa
membeli apapun kebutuhan sehari-harinya dengan mahal.
Sebetulnya, jika
memang pemerintah setiap tahunnya membeli BBM ke luar negeri dengan menggunakan
APBN, maka anggaran yang disusun dalam RAPBN lalu akan mengalami over budget.
Ada kelebihan dana tersedia, dikarenakan selisih pada pembelian minyak itu.
Terjadi surplus di sana, karena ketika penyusunan RAPBN 2016 tersebut tentunya
pemerintah menyertakan asumsi harga minyak. Asumsi harga yang diprediksi oleh
para ahli ekonomi, melihat kondisi perdagangan dunia ketika APBN itu
direncanakan. Pembelian minyak dari luar negeri selama semester awal 2016
hampir bisa dipastikan berharga lebih murah dari prediksi harga minyak dalam
RAPBN.
Akan dibawa kemana
kelebihan anggaran itu? Sudah pasti ada penyesuaian dalam rancangan APBN
perubahan di pertengahan tahun ini. Setiap tahun seperti itu. Memang harus ada
penyesuaian anggaran, agar dalam menggelontorkan dana milik negara, pemerintah
tidak melanggar aturan apapun. Hal yang nantinya malah menjerat pihak
pemerintah itu sendiri apabila terbukti melakukan pelanggaran. Seperti kasus RJ
Lino, mantan menkes Siti Fadillah, juga kasus yang sempat menjerat Dahlan Iskan
ketika menjabat sebagai pimpinan BUMN di bidang kelistrikan.
Begitulah yang akan
terjadi secara logika, dan sesuai dengan aturan. Akan terjadi kembali lobby
antara eksekutif dan legislatif guna menentukan anggaran yang tepat bagi
rakyat. Jika memang benar semua yang dilakukan itu demi rakyat. Entah kenapa,
saya harus sedikit skeptis mengenai hal ini. Krisis kepercayaan terbentuk di
dalam diri saya khususnya, dan segelintir manusia yang saya kenal dengan baik.
Sedikit tidak percaya dengan apa yang terjadi di dunia perpolitikan negeri ini.
Memang di berbagai daerah muncul sosok-sosok pemimpin yang bukan hanya amanah,
tetapi muda, dan merakyat. Semua sosok itu merupakan tokoh yang menjanjikan
bagi kemajuan bangsa kita ke depannya. Namun, beda daerah, beda juga dengan
pusat. Intrik politik yang melibatkan nominal uang rakyat yang tidak sedikit,
tentu akan menjadi sorotan khusus.
Enggak bakalan
habis jika kita menyoroti tentang politik. Balik lagi ke harga minyak dunia per
barel yang anjlok mendekati harga tas merek hermes yang terkenal mahal itu.
Entah apa yang terjadi, ISIS katanya memberikan andil yang tidak sedikit atas
hal ini. Penguasaan sumur minyak mentah di beberapa lokasi strategis di Irak,
membuat ISIS menjadi tengkulak minyak yang paling sering didatangi pelanggan.
Hal ini tak lepas dari harga minyak yang dijual ISIS yang sudah barang tentu
jauh lebih murah dari harga pasar. Membuat negara produsen minyak, yang
negaranya aman-aman saja, terpaksa menurunkan harga minyak di tokonya
masing-masing.
Itu baru di satu
sisi. Di sisi lain, Iran yang telah lepas dari sanksi ekonomi, kini bisa dengan
mudah menjual minyak ke luar negerinya. Hal ini menimbulkan melimpahnya stok
minyak di pasar, hukum ekonomi pun terjadi. Demand yang stagnan, sementara
supply begitu memenuhi pasar, membuat harga minyak pun menjadi turun dengan
sendirinya. Masih banyak faktor lainnya yang juga mempengaruhi kebutuhan akan
minyak. Peperangan timur tengah, ketegangan antara negara-negara barat dengan
Korea Utara, berbagai konflik ekonomi seperti di Yunani, Ukraina, dan
lain-lain, menjadikan banyak pihak menganggap minyak, dalam hal ini BBM, menjadi
tidak penting lagi. BBM hanya akan dibutuhkan dalam kondisi pembangunan
berjalan pesat, dan mobilitas masyarakat terjamin keamanannya. Dalam kondisi mencekam
seperti yang terjadi di beberapa negara tersebut, membuat semua lebih
mementingkan keselamatan diri dan negaranya.
Lain halnya dengan
Indonesia. Meski masih ada sedikit gesekan antar pendukung capres yang gagal
move on, baik dari pihak yang menang, maupun yang kalah, tetapi pembangunan dan
mobilitas masyarakat terus berjalan. Kita tak hanya menggunakan BBM untuk
menggerakan mesin dan kendaraan. BBM dibutuhkan pula oleh para mahasiswa yang
melakukan pembakaran ban bekas dalam aksi demonstrasinya. Namun, harga
barang-barang lainnya yang terlanjur naik ketika harga BBM naik di masa lalu,
tidak otomatis latah menurunkan harganya. Semua harga kebutuhan pokok masih
mahal, membuat para buruh terus turun ke jalan menuntut kesejahteraan.
Dengan gambaran
seperti di atas, saya hanya ingin mengingatkan. Alangkah elok jika dalam
merancang perubahan APBN nanti, eksekutif dan legislatif memang sungguh-sungguh
melakukannya atas nama rakyat. Gunakanlah sisa-sisa kelebihan anggaran, yang
salah satunya surplus dari pembelian BBM itu, kepada hal-hal yang lebih urgent.
Pelayanan kesehatan, peningkatan mutu pendidikan, pembangunan infrastruktur
seperti bangunan sekolah, jalan, dan jembatan, tentunya akan lebih berarti
untuk rakyat.
Janganlah lagi
mengecewakan masyarakat yang telah memilih. Kekecewaan demi kekecewaan bisa
menimbulkan kejenuhan. Ketika rakyat jenuh, ditambah kesulitan ekonomi
sehari-hari, membuat amarah mudah meletup. Maka tak aneh jika muncul pembunuhan
suami kepada istri, perkelahian antar kampung, kericuhan masal dalam konser
atau sepakbola, mempercayai aliran sesat, dan sebagainya. Semua itu merupakan
sikap jenuh rakyat kepada pemimpinnya. Saya sebagai masyarakat awam mampu
melihat fenomena seperti ini mulai marak, mana mungkin pengisi gedung wakil
rakyat di Senayan, Presiden dan menterinya, yang banyak bertitel S3 itu tak
mampu melihatnya?
Comments
Post a Comment