My Opinion About The Book: "Animal Farm"

Judul: Animal Farm
Terjemahan dari: ‘Animal Farm’ – 1945
Penulis: George Orwell
Penerbit: Bentang (PT Bentang Pustaka)
Penerjemah: Bakdi Soemanto
Tahun terbit: 2015, Juli (Cetakan ke-2)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,5
Cover:

Selamat pagi guys! Balik lagi nih di blog gue yang lucu dan imut. Kali ini gue bakalan bikin review sebuah novel karya mbah Eric A. Blair, atau yang dikenal di dunia sastra dengan nama George Orwell. Beliau seorang warga negara UK yang hidup di paruh pertama abad ke-20, dan kemudian mengekpresikan berbagai macam perasaannya lewat tulisan. Salah satu karya beliau yang menjadi bahan pembicaraan dan dikagumi banyak orang ya novel imut berjudul “Animal Farm” ini. Kenapa gue bilang imut, soalnya cover novel edisi terjemahan Bentang Pustaka berwarna pink. Mungkin mbah Orwell bakalan nangis kalau lihat cover edisi ini. Hahaha. Tapi ke’unyu’an cover tak membuat kegarangan isi novel itu sendiri. Tapi, lagi-lagi, tiap ketemu buku edisi terjemahan, gue langsung coba cari versi original bahasa Inggrisnya. Amat mungkin terjadi distorsi makna kata dalam penerjemahan sebuah buku. Tapi sampai saat ini, novel original “Animal Farm” belum nyampe di tangan gue. Siapa tau para pembaca yang budiman punya novel yang gue cari, sudikah anda meminjamkannya kepadaku?

Entah ini bisa disebut fabel atau tidak. Namun, tokoh-tokoh di dalam novel ini adalah binatang-binatang yang hidup dalam sebuah peternakan milik Pak Jones. Meski Pak Jones dan beberapa manusia lain turut berperan dalam alur cerita novel, tapi tetep yang menjadi sumber cerita adalah perilaku hewan yang mengisi peternakan dan sekitarnya. Cerita berawal dari mimpi tentang pemberontakan para hewan ternak kepada Pak Jones. Mimpi tersebut beralih menjadi cita-cita semua hewan yang ada di dalam peternakan, yang telah lelah merasakan penindasan dari sang pemilik peternakan. Cita-cita itu kemudian berangsur menjadi sebuah ideologi yang diperjuangkan di kalangan para hewan, sebuah paham bernama Binatangisme. Paham itu mendapat dukungan yang begitu besar, hingga pemberontakan akhirnya menjadi kenyataan dalam waktu singkat. Dipimpin oleh dua ekor babi bernama Snowball dan Napoleon, pemberontakan terhadap pemilik peternakan berhasil dilakukan. Semua binatang mendapatkan kebebasannya sebagai hewan. Mereka tak lagi ditindas dan dipaksa oleh pemilik lahan untuk melakukan banyak pekerjaan, seperti membajak, menarik gerobak, diperah susunya, diambil telurnya, tanpa mampu menikmati hasil jerih payah mereka. Kini, segala jerih payah hasil kerja mereka, bisa mereka nikmati secara bersama-sama hanya di kalangan binatang ternak saja, tanpa gangguan manusia.

Euforia dan kebahagiaan akan keberhasilan pemberontakan tak bertahan lama. Snowball dan Napoleon, babi yang berotak paling cerdas di antara semua hewan, ditunjuk sebagai pemimpin peternakan. Mereka berdua mulai menyusun banyak aturan dengan alasan agar semua hewan hidup tenteram demi kesejahteraan semua hewan. Kegiatan membajak, menanam, memerah susu, mengerami telur, tetap dilakukan oleh para hewan yang ditugaskan untuk itu. Mereka dengan sukarela menjalankan perintah para babi demi kesejahteraan bersama. Toh, segala jerih payah mereka nantinya dinikmati semua hewan. Selang beberapa waktu, Snowball dan Napoleon yang disepakati sebagai pemimpin para hewan, mulai sering berbeda pendapat. Sementara hewan lainnya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Hingga akhirnya sebuah perdebatan besar memaksa Snowball menyingkir dari peternakan. Napoleon pun menjadi pemimpin tunggal para hewan dan mulai berlaku semena-mena, memanfaatkan kedudukannya sebagai pimpinan para hewan. Bagaimana nasib Snowball dan para hewan lainnya? Silahkan baca sendiri novelnya guys...

Dalam sebuah artikel yang gue baca di internet, novel ini dirilis George Orwell pada 1945, sebagai kritik terhadap paham yang sedang berkembang pesat di negeri beruang merah. Ya, kalian pada tahu lah negeri mana dan paham apa yang sedang berkembang di era itu. Novel ini lahir sebelum negeri Soviet itu bubar di akhir abad ke-20. Jauh sebelum runtuh, mbah Eric ini udah ngeramalin bahwa paham itu akan ditinggalkan di kemudian hari. Visi ini yang juga didapat dari novel Orwell lainnya, yang juga fenomenal: “1984”. Pandangannya yang melintasi batas ruang dan waktu itulah yang bisa dibilang ajaib. Beliau hanya seorang penulis yang hidup semenjana, tapi memiliki pemikiran dan analisa yang lumayan tepat tentang keadaan dunia. Buku lainnya tentang kehidupan miskinnya di Paris dan London bisa menggambarkan betapa keseharian mbah Eric ini sungguh pilu. Akan tetapi, ia tetap bisa menghasilkan sebuah karya yang visioner dengan kekhasan fiksinya. Novel terjemahan yang tipis dan keren ini, tentu akan lebih baik lagi jika disertai oleh penerjemahan dan penempatan tanda baca yang lebih baik lagi guna mendapatkan makna alur cerita yang diinginkan. Gue sendiri mendapatkan sedikit kesulitan kalau ada kata-kata yang terlihat janggal. Namun, setelah kata-kata itu gue alih bahasakan ke English, alhamdulillah, gue jadi ngarti.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"