My Opinion About The Book: "Dilan (Bagian Kedua) – Dia Adalah Dilanku Tahun 1991"
Judul: Dilan (Bagian Kedua) – Dia Adalah Dilanku Tahun
1991
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books
Tahun terbit: 2016, April (Cetakan ke-11)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,5
Cover:
Selamat siang, dan
apa kabar semuanya? Semoga para pembaca blog gue yang budiman ini berada dalam
kebahagiaan dan diberikan kesehatan dan kesuksesan, aamiin...Hehehe. Kali ini
gue bakalan bikin review novelnya surayah Pidi yang laris di pasaran: Dilan.
Dilan bagian kedua ini kehadirannya sangat ditunggu oleh banyak pembaca di seantero
negeri. Alhamdulillah, novel bagian pertamanya meningkatkan minat baca anak
bangsa, berkat ceritanya yang menarik. Maka ayah Pidi merilis bagian kedua dari
novel ini. Ketika dirilis, tanpa pikir panjang, gue langsung beli deh. Jadi
sebetulnya udah agak lama sih gue bacanya, tapi baru sempet sekarang bikin
reviewnya. Pertama-tama, gue kasih nilai dulu novel ini: 8,5. Alur cerita novel
yang enggak diduga, bikin gue kagum sama twist alur kisah kasih di sekolah
Dilan dan Milea ini. Bikin kesel sendiri sama kelakuan tokoh-tokohnya.
Kisah Dilan di
bagian kedua ini adalah kelanjutan cerita Dilan bagian pertama – Ya iya laaah – ending kisah di bagian pertama langsung berlanjut di buku ini tanpa
ada pengantar dan lompatan plot yang membingungkan. Karakter Dilan yang unik
dan menarik terkadang bikin Milea kesal dan menganggap Dilan enggak perhatian.
Tipikal cewek banget lah, kadang suka menyimpulkan sendiri apa yang ada di
pikiran pasangannya, tanpa ada konfirmasi sebelumnya. Di sisi sebaliknya, Dilan
juga tipikal cowok remaja banget yang doyan menantang adrenalin, cuek akan
penampilan, enggak peduli apa kata orang, dan kurang perhatian sama pasangan.
Karakter inilah yang meliputi keseharian Dilan dan Milea yang mulai berpacaran.
Konflik yang khas anak SMA menguji hubungan mereka berdua, sehingga banyak
hal-hal yang tak terduga akhirnya terjadi dan membuat hubungan dua anak SMA itu
merenggang. bagaimana Dilan dan Milea menjalani hubungan kisah kasih mereka?
Silahkan dibaca novelnya.
Suasana era 90-an
yang menjadi latar novel ini menggambarkan hubungan berpacaran yang apa adanya.
Persis seperti waktu gue SMA dulu. Tanpa ada gaya-gaya sinetron yang membumbui.
Di era itu enggak ada tuh cewek SMA pake rok mini yang tiap harinya mikirin
gimana caranya ngerebut cowok orang, terus sering ngedumel dalam hati kalo
rencana jahatnya gagal. Enggak ada juga cowok bermobil mewah yang datang ke
sekolah. Era yang bener-bener dipenuhi pikiran remaja yang sewajarnya. Etika
dan norma sosial di masyarakat belum terkontaminasi oleh budaya western yang
begitu hedon kayak sekarang. Gue sih berharap novel ini memberikan inspirasi
kepada generasi muda kekinian, untuk menjalani hari-hari masa renajanya dengan
wajar seperti Dilan dan Milea. Juga berharap banyak penulis yang juga memberikan
perhatian akan hal ini. Meski sebuah kisah cinta anak sekolahan terkesan ‘cinta
monyet’ tanpa kesan mendalam, tapi contoh remaja baik-baik yang patut ditiru tingkah
lakunya, emang mesti dihadirkan di kalangan anak muda saat ini.
Jujur, novel ini pun
menginspirasi gue buat nulis cerita yang sejenis, tapi cerita buatan gue selalu
gagal untuk jadi sebuah karya menarik. By the way busway, seiring gue nulis
review ini, ternyata karya ayah Pidi selanjutnya mulai diperkenalkan ke publik
via meia sosial. Sebuah novel berjudul Milea, yang ditulis dari sudut pandang
Dilan, melengkapi novel Dilan yang selama ini ditulis lewat sudut pandang
Milea. Mudah-mudahan banyak pertanyaan pembaca bisa dijawab di novel yang rilis
di pertengahan Agustus 2016 ini. Semoga ayah Pidi terus menulis karya yang
menginspirasi dengan cara menulis yang unik lainnya. Sebelum beli novel Milea,
semoga kalian semua baca Dilan 1 dan 2 dulu ya guys! Biar ngerti alur
ceritanya. Kalo enggak, silahkan baca review gue yang enggak seberapa ini....Hahaha.
Comments
Post a Comment