My Opinion About The Book: "Hujan Bulan Juni"

Judul: Hujan Bulan Juni
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2015, September (Cetakan ke-4)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,2
Cover:

Selamat datang di blog gue guys! Setelah sekian lama ngerjain proyek bikin novel, akhirnya gue sempet lagi nulis di blog. Entah masih jaman apa enggak nulis di blog kayak gini. Sekarang sih trendnya udah pindah ke vlog. Video blog lebih praktis, spontan, sehingga terlihat natural. Padahal mah yang namanya syuting enggak ada yang simpel. Balik lagi di resensi buku nih guys. Kali ini gue bakalan coba buat review salah satu novel yang ditulis salah satu penulis kebanggaan Indonesia: eyang Sapardi Djoko Damono. Judul novelnya Hujan Bulan Juni. Judul yang enggak asing kan?! Yup, judul novel ini terinspirasi oleh salah satu judul puisi yang ditulis oleh eyang Sapardi pula. Well, inspirasi emang bisa datang dari mana aja. Itu pelajaran yang bisa gue ambil saat pertama membaca sepintas novel pinjeman ini. Hehe.

Kebokekan yang hakiki membuat gue jarang beli buku. So, jangan heran kalo ke depannya, makin banyak buku-buku pinjeman dari orang lain yang bakalan gue teview. Selain buku-buku pemberian dari penulis yang rela mengorbankan satu eksemplar karyanya buat gue yang fakir buku ini. Enggak usah basa basi lagi deh, novel ini mengkisahkan dua orang akademisi salah satu perguruan tinggi negeri yang dimabuk cinta. Pingkan dan Sarwono. Bertahun sudah mereka menjadi kekasih, tetapi belum juga ada tanda-tanda hubungan tersebut akan berakhir di pernikahan. Sementara waktu terus berjalan, usia mereka bertambah dewasa. DI setiap kesempatan, sebetulnya baik Pingkan atau Sarwono secara terang-terangan mengakui bahwa mereka calon suami istri. Namun, selalu ada rintangan yang harus dikalahkan untuk membuktikan sebuah kisah cinta sejati.

Pingkan blasteran Manado-Jawa, dan Sarwono yang Jawa tulen, ternyata memiliki adat istiadat yang berbeda. Kedua budaya lebih menginginkan mereka masing-masing untuk memiliki pasangan hidup dari suku yang sama. Demi mempertahankan budaya, juga tentu agar komunikasi dalam pernikahan berjalan baik. Itu yang terutama dituntut oleh pihak keluarga mendiang ayah Pingkan yang tinggal di pulau Sulawesi bagian utara itu. Hal yang membuat Sarwono goyah. Ditambah dengan kepergian Pingkan melanjutkan studi di Jepang, membuat Sarwono mulai ragu untuk mempersunting Pingkan sebagai istrinya. Sebuah halangan utama yang semakin mempersulit terwujudnya pernikahan Pingkan dan Sarwono adalah perbedaan keyakinan antara keduanya. Bagaimana kisah ini berakhir? Monggo baca novelnya.

Cerita cinta memang akan selalu klise. Dalam hidup selalu ada pertentangan. Perbedaan nilai budaya hingga agama memang selalu menjadi tema favorit pembaca. Banyak yang bisa diangkat dalam sebuah kisah roman penuh perbedaan seperti ini. Eyang Sapardi menggambarkan salah satu contohnya dalam novel ini. Sebagai salah satu penulis sajak, puisi, dan bermacam karya sastra yang mumpuni, eyang Sapardi menata bahasa di sepanjang alur novel dengan amat puitis. Keisengan penyusunan plot dan bab dalam novel pun menjadi sesuatu yang fresh buat gue sebagai pembaca awam. Novel yang cocok buat ngisi waktu luang. Menurut yang punya novel – yang gue pinjem – ini adalah salah satu karya sastra bagus yang pernah dibacanya. Gue enggak bisa ngelak dari pendapat itu. Emang gue rasa pendapat itu benar adanya. Maka, bacalah...bacalah...bacalah... 

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"