My Opinion About The Book: "Balada Si Roy" (Buku 4)

Judul: Balada Si Roy (Buku 4)
Penulis: Gol A Gong
Penerbit: Gramedia (PT Gramedia Pustaka Utama)
Tahun terbit: 2012, November
Nilai (antara 1 sampai 9): 8
Cover:

Selamat pagi! Balik lagi guys ke blog gue yang ‘kosong’ ini... Gue kangen banget buat bikin review buku, atau sebatas menulis di blog ini. Akan tetapi, waktu yang tidak memungkinkan membuat gue enggak sempet buat nulis disini. Niatnya sih, tahun ini gue akan coba lebih rutin lagi nulis di blog. Lumayan, nambah viewers, sekaligus mempertajam analisa dan argumentasi gue. Juga melatih daya kreatif agar bisa terus-terusan nulis. Oke, cukup sudah curhatnya. Kali ini gue bakalan coba membahas sebuah karya dari penulis asal propinsi tempat gue tinggal: Gol A Gong. Sebuah novel berjudul “Balada Si Roy” buku ke empat ini, merupakan kumpulan cerpen yang pernah diterbitin di salah satu majalah remaja nasional yang begitu laris pada masanya. Gue termasuk salah satu pelanggan setia majalah itu guys, sampai akhirnya ngerasa enggak remaja lagi. Hehehe. Mas Gong coba merangkai cerpen yang pernah terbit itu menjadi sebuah novel. Akan tetapi, nampaknya sebuah saja enggak cukup. Buku yang ada di tangan gue sekarang adalah buku ke empat. Entah buku satu hingga tiga seperti apa isinya, gue sendiri belum baca.

Oke fine. Sekarang kita bahas aja deh gimana isinya. Gue sendiri kurang mengerti seperti apa sosok Roy ini. Latar belakangnya gimana, atau berasal dari mana. Tetapi, dari keterangan yang berserakan di novel yang gue baca ini, sepertinya Roy ini seorang pemuda yang coba mencari jadi diri, berasal dari Serang, ibu kota provinsi Banten. Waktu rangkaian cerita ini ditulis sih, Serang masih merupakan sebuah kota kecil yang tergabung dalam provinsi Jawa Barat. Seorang remaja yang urakan dan gampang tersulut emosinya. Khas anak Banten banget. Dia rela meninggalkan sekolah demi belajar dari alam. Roy bertekad untuk pergi ke wilayah Indonesia bagian timur demi mencari jawaban: apa tujuan dari hidupnya. Novel pun bercerita tentang perjalanan Roy menuju Sulawesi, lanjut ke Maluku, dan kemudian menemukan sebuah jawaban penting atas perjalanan hidupnya. Perjalanannya pun penuh dengan peristiwa yang membentuk pandangan baru bagi Roy tentang bagaimana bersikap dalam mengarungi hidup. Bagaimana cerita lengkapnya, monggo dibaca sendiri guys. Haha.

Novel ini berlatar Indonesia di akhir era orde baru, tahun 90’an. Dimana ketimpangan sosial – yang saat ini pun masih terjadi – begitu jelas tergambar dari sempalan peristiwa dalam “Balada si Roy” ini. Latar masa itulah yang akhirnya mendorong mas Gong untuk sedikit menyempilkan kritik sosial terhadap pemerintah. Meski kritik itu termasuk lembut dan sopan, tapi hal itu gue anggep sih cukup berani di masa kepemimpinan represif dan otoriter orba. Gambaran novel ini membuat gue merindu akan suasana era 90’an. Gue sendiri tumbuh berkembang pada masa itu sebagai anak kecil penggemar manga dan anime yang lucu dan imut hehe. Suasana ramah tamah yang digambarkan di dalam novel mungkin tak bisa kita temui lagi di era sekarang. Indonesia saat ini telah kehilangan keakrabannya. Beralih kepada suasana individualis yang seolah tak saling kenal satu sama lain, hanya peduli dengan diri sendiri. Entah, gue mungkin terlalu cepat menyimpulkan.

Meski berasal dari Banten, gue sendiri baru kali ini membaca karya Mas Gong. Sebelumnya sih, pernah membaca cerpen, juga artikel, dan status sosmed yang beliau tulis. Namun, membaca sebuah novel yang merupakan rangkuman cerbung dari sebuah majalah, yang juga menjadi sebuah karya yang mengangkat nama Mas Gong di kancah penulisan nasional, barulah pertama kali ini. Barangkali, bagi siapapun yang memiliki edisi novel “Balada Si Roy” buku pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya, dimohon kesediaannya untuk meminjamkan karya tersebut ke gue. Hehe. Karena hanya dengan sebuah novel yang gue baca ini, belumlah lengkap rasanya gue mengapresiasi karya dari seorang penulis asal tanah kelahiran gue sendiri. Maklum, penulis asal Banten itu langka men, apalagi penulis yang bisa tampil di kancah nasional. So, karya Mas Gong yang ini sih worthed dibaca demi bernostalgia dengan masa lalu Indonesia dengan segala konfliknya.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Pendidikan Kaum Tertindas"