My Opinion About The Book: "Daerah Salju"
Judul: Daerah Salju
Terjemahan dari: ‘Yukiguni’ terbitan Sincho-sha, Jepang 1982
Penulis: Yasunari Kawabata
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Penerjemah: Matsuoka Kunio & Ajip Rosidi
Tahun terbit: 2016, Juli
Nilai (antara 1 sampai 9): 8
Cover:
Selamat petang
dunia! Kembali bersama gue di blog yang kelihatannya semakin banyak sarang
laba-laba ini... sungguh kurang terawat sekali blog ini... hiks... Akan tetapi,
tak menyurutkan gue buat bikin tulisan tentang review buku yang sempet gue
baca. Ini adalah salah satu buku yang gue punya sejak lama, cuma gue sendiri
baru sempet buat bikin reviewnya sekarang. Hal itu dikarenakan bukunya sendiri
baru gue baca beberapa hari yang lalu. Entah kenapa, gue sendiri selalu enggak
sempet untuk menulis reviewnya, karena banyak buku-buku bagus lain yang
menggoda buat dibaca terlebih dahulu. Enggak sempet nulis, karena sibuk baca.
Kenapa gue bilang banyak buku bagus, tau dari mana sih, kalo buku-buku lain itu
bagus padahal gue belum sempet baca?! Gue tau dari banyak review buku yang
ditulis sama blogger lain dong hehe, atau review dari toko buku online. Maka
dari itu, review si “Daerah Salju” karya Yasunari Kawabata ini terlewati gitu
aja. Tapi sekarang, saatnya membayar tuntas hutang review ini.
Cerita dimulai
dengan kedatangan Shimamura untuk kedua kalinya di daerah salju. Dalam
perjalanannya dengan menggunakan kereta, ia melihat seorang lelaki yang sakit
keras bernama Yukio dan seorang perempuan bernama Yoko, yang mendampinginya.
Mereka nampak bak pasangan suami-istri yang serasi. Keserasian itu
mengingatkannya pada Komako. Gadis yang dikenalnya pada perjalanan pertamanya
ke daerah salju. Sosok yang akan ia datangi pada perjalanannya kali ini.
Shimamura tak menyangka di pertemuan kedua itu Komako telah menjadi seorang
geisha. Kabar yang beredar mengabarkan bahwa Komako menjadi geisha demi
mengumpulkan biaya untuk pengobatan Yukio. Hal yang membuatnya semakin heran
kabar itu mengatakan bahwa Yukio dan Komako bertunangan. Siapakah sebenarnya
Yukio? Lalu siapa pula Yoko? Baca aja deh novelnya. Hehehehe.
Jika dilihat secara
umum, novel ini bercerita tentang roman yang begitu menggemaskan antara
Shimamura dengan seorang geisha bernama Komako di salah satu wilayah negeri
sakura sonoh. Gue sebut roman menggemaskan, karena Shimamura sendiri sudah
berkeluarga, sementara Komako adalah seorang geisha. Bisa aja di bilang sebuah
kisah terlarang, tapi menurut gue sih di zaman ketika novel ini dibuat tahun 1935,
merupakan hal yang wajar bila seorang suami berpelesiran dan bertemu seorang geisha.
Mungkin bisa diperdebatkan, tapi di era tersebut bukankah kesetaraan gender
belum menjadi sebuah keniscayaan?! Kalau menurut gue sih, novel ini lebih menggambarkan
kisah cinta jarak jauh alias LDR antara dua orang yang terpisah jarak dan hanya
bertemu dalam beberapa kesempatan saja, dan itupun hanya dalam waktu singkat.
Hal yang kemudian memunculkan kerinduan begitu dalam saat berpisah, dan
keromantisan teramat sangat dalam tiap pertemuan singkatnya.
Mungkin sebagai
anak tahun 90’an yang kesehariannya dikelilingi oleh banyak hal berbau Jepang,
mulai dari anime, manga, tamiya, action figure bandai, hingga toyota kijang,
gue emang jadi tertarik sama semua hal dari negeri asia timur itu. Karya opa
Kawabata ini membuat gue sedikit memahami kultur Jepang di era sebelum Perang
Dunia II. Shimamura sebagai salah satu keturunan ningrat dan orang terpelajar,
yang mengapresiasi budaya barat, suka pelesiran, dsb, menurut gue adalah
cerminan dari generasi saat itu yang coba digambarkan penulis. Entah sebagai
kritik, atau dokumentasi semata. Kondisi perkampungan di daerah utara Jepang
yang diwakili daerah salju pun cukup menegaskan budaya wilayah utara Jepang
pada masa itu, yang dikenal sebagai penghasil kain tenunan kualitas tinggi,
selain sebagai daerah wisata ski di musim salju. Juga tentang kehidupan seorang
geisha, beserta suasana masyarakat Jepang yang mungkin berbeda dengan era
sekarang ini. Patut diapresiasi. Thx Kawabata-san.
Comments
Post a Comment