My Opinion About The Book: "Iblis Dan Miss Prym"
Judul: Iblis Dan Miss Prym
Terjemahan dari: ‘O Demonio E A Senhorita Prym’ terbitan
Sant Jordi Asociados, Barcelona, Spanyol, 2000
Penulis: Paulo Coelho
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Rosi L. Simamora
Tahun terbit: 2014, Januari (Cetakan ke-6)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,1
Cover:
Selamat datang di
blog gue yang tak seberapa ini guys! Gue balik lagi nih buat ngasih informasi
tentang review buku-buku yang pernah gue baca. Semoga apa yang gue tulis secara
berantakan ini enggak hanya sebatas rangkaian kata-kata busuk yang memenuhi
dunia internet semata, tapi setidaknya memberikan informasi tentang
bacaan-bacaan menarik yang mungkin aja udah, sedang, atau dalam niatan untuk
kalian baca. Well, semoga bermanfaat deh. Kali ini novel karangan novelis
terkenal Paulo Coelho yang berjudul “Iblis dan Miss Prym” yang akan coba gue
bahas. Kembali lagi, sebuah novel yang berhasil gue pinjem dari salah seorang
teman gue yang baik hati dan tidak sombong, jadi bahan review blog gue yang
enggak seberapa ini. Tarif listrik dan sembako yang merangkak naik jelang bulan
puasa tahun ini, bikin gue enggak mampu menyisihkan sedikit uang buat beli buku
sendiri. Semoga keadaan ini enggak berlangsung lama guys, doain aja.
Novel terjemahan
ini bercerita tentang sebuah desa terpencil bernama Viscos, yang pada suatu
hari didatangi oleh seorang asing misterius. Di sisi lain, hiduplah Chantal
Prym, seorang gadis muda satu-satunya yang masih bertahan di desa membosankan
itu. Hari-hari si gadis mengeluhkan nasibnya yang terpaksa bertahan di desa
sementara semua teman sebayanya cabut dari desa menuju kota demi kehidupan yang
lebih baik. Hari berlanjut dan kemudian orang asing itu menawarkan Chantal Prym
sebuah tugas. Imbalannya tak main-main: emas batangan yang bisa mewujudkan cita-cita
si gadis untuk minggat dari desa. Tugasnya adalah memberitahu warga desa akan
adanya imbalan emas yang sama bagi mereka semua, jika mereka sanggup
mengabulkan permintaan si orang asing tersebut. Sosok asing yang tak diketahui
berasal dari mana itu meminta warga desa membunuh salah satu warganya dalam
waktu tujuh hari. Hal yang menjadi alasan orang asing itu bertindak demikian
hanya diceritakannya kepada Chantal Prym. Alasan yang berhubungan dengan
keberadaan Tuhan, dan perwujudan sifat baik juga sifat buruk manusia. Menurut
si gadis, warga desa yang dikenal naif dan baik tentu akan menolak
mentah-mentah tawaran orang asing tersebut. Namun, yang terjadi ternyata di
luar dugaannya. Tokoh masyarakat beserta kepala desa berpikir hal lain mengenai
tawaran tersebut. Bagaimana akhirnya? Baca sendiri deh novelnya.
Dalam pengantar novel ini om Paulo memaparkan jika novel ini merupakan
buku ketiga dari trilogi ‘And on the Seventh Day’ yang menceritakan tentang
tujuh hari yang mampu mengubah nasib manusia. Dua novel lagi berjudul “By The
River Piedra I Sat Down And Wept” dan “Veronika Decides To Die”. Kalo enggak
salah, judul yang River Piedra itu ada versi terjemahannya “Di Tepi Sungai
Piedra Aku Duduk Dan Menangis”, enggak tau deh apa judul yang satu lagi juga ada
terjemahannya. Yang jelas ketiga novel ini menggambarkan bahwa tekanan dari
sebuah masalah dan tuntutan untuk menyelesaikannya dalam waktu singkat, mampu
mengubah sudut pandang bahkan nasib seseorang. Atau mengacu pada catatan
pengantar penulis di novel “Iblis Dan Miss Mrym” ini bahwa perubahan hidup yang
besar justru terjadi dalam bingkai waktu yang sempit. Kalo di kita mungkin
serupa dengan ‘the power of kepepet’ kali ya?!
Seperti dalam novel om Paulo lainnya yang pernah gue baca, sisi
religius manusia dan juga legenda-legenda kristiani akan nampak tersebar di
dalam cerita. Tak jarang argumen mempertanyakan Tuhan, tokoh yang merasa sesat
dan hina, juga pertentangan baik dan buruk muncul dan menjadi konflik
tersendiri tokoh-tokoh tersebut hingga membuat sebuah jalinan kisah yang utuh.
Ini yang justru membuat gue tertarik membaca karya beliau. Memberikan sudut
pandang dan khazanah baru tentang dunia religiusitas a la barat yang amat
kontras dibanding pemahaman religi gue sebagai seorang muslim. Mungkin bisa
dianggap sebagai bahan perbandingan meskipun karya om Paulo ini berupa novel
fiksi. Tak selamanya yang fiksi itu fiksi. Bingung kan?! Maksud gue, dalam
sebuah karya fiksi, terdapat unsur-unsur yang menjadi latar atau unsur
pembangun cerita itu sendiri, yang bukan mustahil merupakan pengalaman pribadi
sang penulis. Semua kisah fiksi pun seperti itu. Mungkin unsur-unsur tersebut
bisa saja fiksi secara 100%. Namun, nilai atau hikmah dari cerita baik yang
tersurat maupun tersirat, yang lumrahnya gue kenal sebagai pesan moral suatu
cerita, tentu bukan merupakan sesuatu yang fiksi. Intinya, novel ini membuka
pemikiran pembaca untuk menggali lebih dalam setahu apa sih kita dengan diri
kita sendiri. Apakah kita orang baik? Ataukah orang jahat? Atau mungkin tiap manusia
memiliki kedua unsur itu dalam dirinya masing-masing, baik dan jahat? Baca aja
deh novelnya. Adios!
Comments
Post a Comment