My Opinion About The Book: "Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik Untuk Bunuh Diri"

Judul: Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik Untuk Bunuh Diri
Penulis: Bernard Batubara
Penerbit: Gagasmedia
Tahun terbit: 2015 (Cetakan Kedua)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,2
Cover:

Kembali lagi hadir di blog lucu dan imut ini guys! Di tahun 2017 ini, gue udah niat buat ngelanjutin rutin nulis di blog lagi. Semoga niat itu terkabul. Semoga selalu ada waktu buat gue untuk menulis segala macam hal. Semoga tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. Amin. Kali ini gue bakalan ngereview sebuah buku kumpulan cerita pendek berjudul “Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik Untuk Bunuh Diri” karyanya mas Bernard Batubara. Seorang penulis muda yang entah kesambet apa, tapi selalu saja mampu menulis karya yang bisa bikin baper khalayak yang membacanya. Termasuk gue. Kumpulan cerpen ini merupakan buku Bernard Batubara kedua yang pernah gue baca setelah novel “Surat Untuk Ruth” yang bikin kesel. Hahaha. Di awal tahun ini pun, kembali terbit novel karya mas Bara. Entah kapan novel baru itu bisa nyampe di tangan gue. Yang jelas, mari kita bahas sedikit tentang buku ini.

Buku kumpulan cerpen ini berisi limabelas cerpen tentang cinta. Beberapa diantaranya pernah dirilis di media massa. Cinta memang selalu menjadi tema menarik untuk dijadikan sebuah cerita. Namun, cinta yang digambarkan oleh mas Bara ini betul-betul cerita cinta yang lumayan absurd. Ada kuntilanak yang jatuh cinta lah, juga tentang perempuan yang karena penantiannya berubah menjadi pohon, ada pula nasib malang seorang wanita bisu yang tak bisa mengungkapkan rasa cinta kepada anaknya yang terus bertanya dimana sang ayah berada, kisah seorang gadis yang ingin dipinang lelaki beristri hingga berbuat nekat demi mewujudkan keinginannya, ada pula pembunuh yang dipertemukan dengan anaknya yang ingin membunuhnya. Hampir semua kisah berakhir tragis dan beraroma kematian, sesuai judul salah satu cerpen yang dijadikan judul buku ini: ”Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik Untuk Bunuh Diri”.

Manusia dalam memperjuangkan cinta bisa melakukan hal apa saja. Rasa sakit hati, kekecewaan, semua dapat berujung pada suatu tindakan nekat seseorang. Bunuh diri atau membunuh karena marah sering kali terjadi. Hal itu terbukti di dunia nyata lewat berita-berita kriminal yang ada. Entah dari mana datangnya inspirasi menulis cerpen-cerpen ini, yang jelas mas Bara berhasil menunjukan sisi lain dari sebuah kisah cinta. Sisi kelam yang tentunya berusaha untuk coba dihapus dari benak para pengungsi cinta yang gagal merangkai kisah asmara. Mungkin mas Bara pernah mengalami kisah cinta yang teramat pahit, sehingga dia termotivasi untuk membagi-bagikan kepahitannya itu pada khalayak luas lewat cerita yang dituliskan. Dan itu berhasil.

Sejomblo-jomblonya manusia paling jomblo di dunia, jomblo yang enggak pernah merasakan cinta sama sekali dalam hidupnya, akan mampu merasakan pahit kisah cinta dalam buku ini. Tentu saja sosok jomblo itu akan berbangga hati karena kejombloannya. Merasa beruntung karena tidak menjadi korban sakit hati seperti dalam kisah-kisah karya mas Bara ini. Dengan ngehe jomblo itu bakalan bilang, “Apa gue bilang, jatuh cinta itu pahit. Mendingan kayak gue, sendiri dan bebas merdeka!” Kalimat yang diucapkan lantang dan diakhiri dengan tawa serupa gelegar tawa Rahwana. Namun, jomblowan jomblowati dimanapun anda berada, justru karena mengalami pahitnya cinta itulah, seseorang akan bertambah dewasa. Proses metamorfosa manusia sepahit itulah yang membuat manusia mampu bertahan menjalankan hidup tanpa rasa takut. Karena sejatinya, menjadi jomblo adalah sebuah tindakan menghindar atau menutupi rasa takut akan penolakan dan sakit hati. Lah, kok gue malah ngomong ngelantur gini yak?!

Entah motivasi mas Bara menulis buku ini, apakah untuk menakuti para jomblo agar tidak jatuh cinta, atau justru malah membantu para jomblo yang enggak peka hati itu tentang bagaimana rasanya jatuh cinta lalu kemudian patah hati tak terkira. Menurut gue: “Jatuh cinta adalah cara terbaik untuk menjadi dewasa.” Intinya, buku ini layak dibaca di momen makan pisang goreng hangat sambil ditemani secangkir kopi atau segelas teh, di sore hari, sewaktu gerimis manja.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"