My Opinion About The Book: "Norwegian Wood"

Judul: Norwegian Wood
Terjemahan dari: ‘Noruwei no Mori’ terbitan KODANSHA Ltd., Tokyo - Jepang 1987
Penulis: Haruki Murakami
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Penerjemah: Jonjon Johana
Tahun terbit: 2016, April (Cetakan Ketujuh)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,2
Cover:

Selamat petang endonesah! Balik lagi di blog gue yang enggak seberapa ini. Kali ini gue mau ngereview sebuah novel yang baru aja gue beli: “Norwegian Wood” karyanya om Haruki Murakami. Kata orang sih, ini adalah salah satu mahakarya om Murakami, maka dari itu gue bela-belain menyisihkan sedikit uang untuk membeli novel ini ketika gue tahu salah satu penerbit besar merilis novelnya. Oh iya, satu kabar buruk yang sebetulnya enggak buruk-buruk amat sih, bahwa salah satu toko buku langganan gue di kota Serang menutup gerainya. Sedih juga, padahal toko buku yang satu itu menjadi toko favorit gue kalo maen ke Serang. For information, gue tinggal di Pandeglang, yang jaraknya kira-kira 12-15 km dari kota Serang. Nah, untungnya si toko buku itu masih punya gerai satu lagi yang kebetulan berada di pusat perbelanjaan lainnya. Tapi belum gue pastiin juga sih, toko itu buka apa enggak. Yah, intinya gue kecewa sama keputusan mereka menutup toko, meski gue maklum, toh gue aja sekarang lebih sering beli buku via lapak onlen.

Novel ini bercerita tentang Watanabe, seorang pemuda yang baru beranjak dari remaja menuju dewasa, dengan segala kisahnya. Watanabe mengalami transisi dalam hidupnya sewaktu mulai menjalani keseharian sebagai mahasiswa di Tokyo. Tak sengaja ia dipertemukan dengan Naoko, mantan kekasih sahabatnya bernama Kizuki, yang meninggal dunia bunuh diri saat SMA di usia 17 tahun. Keduanya menjadi akrab, dan Watanabe mulai menaruh hati pada Naoko. Akan tetapi, Watanabe mencurigai ada kejanggalan pada kesehatan jiwa Naoko. Hal yang membuat hubungan di antara keduanya menjadi rumit. Pada masa kekalutan itulah, Watanabe berkenalan dengan Midori. Seorang gadis yang kebetulan satu kelas dengannya di salah satu mata kuliah drama. Meski tingkahnya sedikit aneh, Midori seorang gadis yang baik dan menyenangkan itu suatu saat meyatakan bahwa ia menyukai Watanabe. Sang lelaki menjadi bimbang, apakah dirinya mampu bertahan dalam hubungan yang rumit dengan Naoko, atau memilih Midori yang jelas-jelas menyukainya. Bagaimana ending dari cerita ini? Bacalah novelnya sendiri hahahaha.

Sebetulnya kalo dipikir-pikir, novel ini hanya menceritakan kisah cinta segitiga anak muda di Jepang sana di era tahun 60-an akhir sampai 1970(gitu menurut rentang waktu novelnya). Namun, yang menarik adalah balutan peristiwa yang melatari tokoh-tokoh di dalamnya yang membuat novel ini emang layak untuk dibaca. Setiap tokoh mengalami perjalanan hidup yang begitu berat sehingga kesulitan untuk bersikap wajar dalam menghadapi cinta. Kalo menurut gue sih, om Murakami coba memaparkan apa yang terjadi di sekitarnya, kala dirinya hidup di masa muda dulu. Beliau menyoroti apa yang dialami generasi muda Jepang kala itu. Peristiwa global semacam pertentangan antara sosialis melawan kapitalis, besarnya pengaruh budaya barat kepada kehidupan anak muda negeri sakura, juga peristiwa bunuh diri yang banyak terjadi akibat dari tekanan hidup yang mendera, berhasil ditangkap dan dikemas apik dalam novel ini. Pesan dan kritik pun tak lupa disampaikan baik tersurat maupun tersirat, tentang bagaimana seharusnya kita menghadapi peristiwa kehilangan, dan caranya mengatasi beban hidup yang amat berat itu sendiri.

Emang sih, dari dulu gue sering denger bahwa harga diri orang Jepang itu begitu tinggi. Sekali mereka mengalami kekecewaan dalam hidup, dengan sangat mudah mereka mengakhiri hidupnya sendiri begitu saja. Beberapa saat lalu pun hal tersebut terjadi kepada seorang Jepang manajer JKT48 yang unyu itu. Hidup dan bekerja dikelilingi gadis-gadis muda yang cantik aduhai ternyata tak mengurangi beban pikiran yang teramat berat, hingga akhirnya sang manajer menghabisi nyawanya sendiri. Hal yang membuat gue khawatir adalah bahwa peristiwa bunuh diri sepertinya mendapat celah baru di dunia pemberitaan kita. Semakin banyak kasus bunuh diri yang terjadi di negeri ini, bahkan segelintir kasus diekspos secara besar-besaran. Mungkin tekanan hidup orang kita mulai mendekati apa yang terjadi dengan yang di Jepang sonoh. Jangan sampai bunuh diri menjadi tren yang ditiru masyarakat, menghindar dari masalah dengan kematian bukanlah solusi.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"