My Opinion About The Book: "Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi"

Judul: Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi
Penulis: Yusi Avianto Pareanom
Penerbit: Banana
Tahun terbit: 2016, Maret
Nilai (antara 1 sampai 9): 8,6
Cover:

Selamat siang menjelang menjelang petang penikmat buku se-Indonesia! Balik lagi di blog gue yang enggak seberapa ini, guys. Bulan puasa semakin hari semakin dekat. Tak sabar rasanya untuk menikmati ngabuburit menghabiskan waktu di toko buku, as usual. Tapi untuk kali ini, biarlah gue nulis review tentang salah satu novel yang menjadi bahan pembicaraan di kalangan pecinta buku dan sastra Indonesia. Novel karya om Yusi Avianto Pareanom yang berjudul “Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi”. Di beberapa lapak buku daring yang gue follow, novel ini jadi best seller. Gue pun penasaran, dan selalu enggak pernah kebagian. Setiap gue mesen di lapak langganan, novel ini selalu sold out. Kebetulan, seorang kawan yang baik hati dan tidak sombong, mungkin juga rajin menabung, selain rajin membaca tentunya, bersedia untuk meminjamkan novel ini kepada saya. Terima kasih kepada Tuhan atas diberikannya banyak kawan yang selalu bersedia membantu saya kapanpun saya membutuhkan.

Sesuai judulnya, novel ini bercerita tentang Raden Mandasia, seorang pangeran yang melakukan perjalanan jauh ke barat guna mencegah perang besar antara kerajaan Gilingwesi di mana tempat dirinya lahir, melawan kerajaan Gerbang Agung jauh di barat sana. Dalam perjalanan menuju ke barat itu bertemulah ia dengan Sungu Lembu, seorang pangeran asal Banjaran Waru, sebuah wilayah bekas kerajaan kecil yang menyerahkan kedaulatannya begitu saja tanpa perlawanan kepada Gilingwesi. Sungu sejatinya menaruh dendam pada kerajaan, karena telah menangkap serta membunuh kerabatnya. Sejak lama Sungu Lembu bertekad untuk membunuh ayah Raden Mandasia, raja Gilingwesi bernama Prabu Watugunung. Perjalanan ke barat menjadi jalan baginya untuk bertemu sang raja, meski ia belum yakin seperti apa caranya. Perjalanan ke barat membawa pengalaman hidup baru bagi kedua pangeran itu. Mereka terlibat dalam pembuatan kapal, pelayaran menembus badai, hingga bertemu penyebar wahyu Tuhan. Dalam perjalanan itu pula mereka berdua bertemu dengan Loki Tua, juru masak yang didaulat menjadi penunjuk arah menuju kerajaan Gerbang Agung. Ketiganya terlibat dalam sebuah petualangan seru. Seperti apakah perjalanan mereka? Apakah Raden Mandasia berhasil mencegah perang? Baca sendiri aja deh novelnya.

Sebetulnya, versi alternatif dari legenda ‘Babad Tanah Jawi’ ini lebih layak disebut buku dongeng ketimbang novel. Ketebalan hingga lebih dari 400 halaman lah yang membuatnya jadi novel. Hehehe. Buat gue, baru buku karya anak bangsa berisi dongeng legenda inilah, yang mampu menarik hati. Jujur aja, sejak kecil gue sering nonton kisah-kisah bertema kerajaan masa lalu semisal Angling Dharma, Saur Sepuh, Wiro Sableng, dan yang lainnya. Semua merupakan tontonan yang lumayan menghibur, di samping anime Jepang seperti Doraemon, atau kisah Kera Sakti dan Legenda Ular Putih yang begitu populer. Akan tetapi, selama ini belum ada buku dongeng atau novel lokal berlatar era kerajaan nusantara zaman dulu itu yang mampu menarik hati, kalo komik sih lain ceritanya. Baru kali ini sebuah karya tulis berbentuk novel aseli Indonesia yang levelnya setara dengan Narnia atau Harry Potter. Mungkin masih banyak buku dongeng atau novel lokal lain yang berkelas internasional, tapi novel ini yang datang pertama kali ke pangkuan gue.

“Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi” ini jadi novel pertama yang mampu memindahkan tontonan kolosal ke dalam sebuah novel dengan begitu hidup. Om Yusi berhasil membuat gue menebak-nebak budaya negeri mana saja yang dicomot sedikit-sedikit guna mewarnai karya besarnya ini. Juga sukses mengajak gue kembali membayangkan kisah-kisah kerajaan masa lalu. Membangkitkan kembali romantisme lama yang khas nusantara. Ajaibnya, novel ini merupakan novel pertama om Yusi yang dirilis ke publik. Entah berapa lama jangka waktu yang penulis lewatkan untuk menyusun sebuah kisah yang lengkap ini. Potongan-potongan novel ini sendiri telah hadir di koran dan kumpulan cerpen di 2011 lalu, sementera novel ini rilis di 2016. Dari situ aja ada jarak lima tahun yang dihabiskan om Yusi ngeberesin novel ini. Belum lagi waktu sebelum 2011 itu sendiri. Luar biasa. Emejing pol.

Sebagai anak bangsa yang rindu akan sebuah karya bangsa yang berkelas, gue menganggap novel ini nyaris sempurna. Salah satu novel yang bikin gue narik napas panjang penuh rasa kelegaan setelah tamat membacanya. Sangat sedikit penulis fiksi dalam genre action (genre novel ini masih bisa diperdebatkan) yang berhasil menarik masuk pembacanya hingga seolah turut di dalam alur cerita, dan menurut gue om Yusi adalah seorang dari sedikit penulis di genre itu. Buat generasi muda, gue harap lu sempet-sempetin dah baca novel ini. Ceritanya bener-bener mengaduk perasaan. Selain itu, di dalamnya hadir sekelumit serpihan masa lalu yang menggambarkan kejayaan nusantara. Kita pun bisa menangkap suasana keseharian dan budaya yang melingkupi kehidupan pada zaman itu. Benar-benar buku sejarah legenda jawa versi kekinian yang layak dimiliki. Novel ini wajib menjadi salah satu buku koleksi yang bisa anda pajang di rak buku rumah anda.

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"