My Opinion About The Book: "Surat Untuk Ruth"

Judul: Surat Untuk Ruth
Penulis: Bernard Batubara
Penerbit: Gramedia (PT Gramedia Pustaka Utama)
Tahun terbit: 2014, Juni (Cetakan Kedua)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8
Cover:

Selamat pagi Indonesia! Back to my blog, guys! Di pertengahan April dan awal Mei ternyata ada dua kali long weekend yah. Keadaan kota kecil tempat gue tinggal, Kabupaten Pandeglang, dalam dua minggu berturut-turut dipadati lalu lintas orang-orang luar kota, yang kemungkinan besar dari Jakarta, yang coba liburan di kampung halaman gue. Biasanya sih mereka ke Tanjung Lesung, pantai Carita, atau ke Ujung Kulon, di mana kita bisa liat badak, rusa, kancil, kerapu, tongkol, lobster, dan mengunjungi beberapa pulau kecil yang eksotis. Sebagai orang yang kurang suka dengan situasi keramaian, gue memilih menyendiri di rumah dan membaca. Kali ini gue bakalan ngereview novel karyanya bang bernard Batubara yang berjudul “Surat Untuk Ruth”. Sebuah novel yang gue dapetin sebagai bonus dari membeli beberapa buku. Sebenernya ini novel udah nangkring di rumah dalam jangka waktu yang lumayan lama. Akan tetapi, berhubung waktu gue disibukan oleh membaca beberapa buku lainnya, so baru sempet baca novel ini beberapa hari yang lalu. Setelah beres baca, langsung deh gue coba bahas isi dari buku ini sendiri.

Are adalah seorang lelaki muda yang karena sakit hati terhadap mantannya, dia menjadi lebih berhati-hati untuk membuka hatinya kepada gadis manapun. Hingga suatu ketika, dalam perjalanan laut menuju pulau Bali, Are dipertemukan dengan Ruth, gadis yang secara fisik termasuk ke dalam kriteria yang ia sukai. Beberapa interaksi terjadi. Are pun mulai menyukai Ruth. Akan tetapi, pribadi si gadis yang tertutup membuat Are bertanya-tanya, Ruth seakan menyembunyikan sesuatu darinya. Seiring berjalannya waktu, keduanya saling cinta. Are kembali membuka hatinya, dan Ruth pun tak menolak cintanya. Namun, Ruth belum pernah membalas pernyataan cinta Are yang begitu sering terucap. Are semakin curiga. Di saat Ruth akhirnya mengucapkan kalimat “Aku sayang kamu” kepada Are, sebuah rahasia terkuak. Sesuatu yang buruk, pahit, dan menyakitkan Are pun terjadi. Apa yang  terjadi dalam hubungan antara Are dan Ruth? Monggo dibaca sendiri aja novelnya. Hehe.

Bang Bara coba menulis novel ini dengan gaya yang unik. Pemamaparan kisah Are mulai dari pertemuannya dengan Ruth hingga hampir di akhir kisah ditulis seperti sebuah memoar alias catatan harian dari si tokoh utama pria novel ini sendiri. Memang, cara menulis seperti ini bukan pertama kalinya digunakan dalam alur sebuah novel. Akan tetapi, hal tersebut tetep aja gue apresiasi sebagai bentuk ke-tidak-monotonan dalam penulisan cerita. Gue sendiri mendapat wawasan juga ide baru dan berharap semoga aja bisa nulis dengan cara seperti itu ke depannya, aamiin. Bang Bara coba menceritakan sebuah kisah roman berujung tragedi, yang mungkin sejak zaman Shakespeare hingga saat ini selalu menghadirkan minat. Konflik batin Ruth, dan juga sakit hati Are, adalah hal-hal lumrah yang mungkin saja bisa terjadi atau dialami oleh orang-orang di sekitar kita. Gue juga curiga kalo apa yang diceritakan dalam novel ini merupakan pengalaman pribadi dari penulis. Bener enggak ya?! Entahlah. Intinya sih, enggak semua kisah cinta romantis itu berakhir bahagia. Dalam dunia nyata, tak selamanya happy ending itu ada, terkadang bad ending, even the worst can happen. Dan kesemuanya memberikan pengalaman khas bagi setiap orang. Sehingga apabila diceritakan kembali, barangsiapa pernah mengalaminya akan merasa kisah itu mewakili isi hatinya.

Kisah cinta merupakan tema klise dari mayoritas novel. Cinta selalu mendapat perhatian besar khalayak. Patah hati, diduakan, ditigakan, ditinggal mati, dan kisah cinta happy ending seolah takkan sepi peminat. Mungkin karena cinta itu sendiri dialami setiap insan di dunia. Sehingga semua menganggap kisah cinta yang dituturkan seperti apapun, kapanpun, dan dimanapun, pada akhirnya akan mendatangkan kalimat “Ceritanya gue banget!”. Lagi pula, kisah cinta adalah kisah manusia, dan sejatinya hidup kita ini merupakan sebuah rangkaian tak terputus dari hubungan antara manusia satu dengan lainnya yang saling mengisi. Novel ini layak dibaca di waktu luang kalian. Saran gue sih, bacanya di pinggir pantai kala senja hari cerah. Semilir angin pantai bakalan bikin kalian tambah baper. Hehehehe. See you next time!

Comments

Popular posts from this blog

My Opinion About The Book: "Mata Malam"

My Opinion About The Book: "The Blackside: Konspirasi Dua Sisi"

My Opinion About The Book: "Gadis Pemberontak"