My Opinion About The Book: "Soeharto - Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?"
Judul: Soeharto – Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32
tahun?
Penulis: Peter Kasenda
Penerbit: Penerbit Buku Kompas (PT Kompas Media Nusantara)
Tahun terbit: 2013, September
Nilai (antara 1 sampai 9): 7,8
Balik lagi di blog gw, guys! Maaf,
ya, kalo gw suka sok asik beginih. Cuma kepengin menghangatkan suasana. Biar lebih
akrab. Nah, ngomong-ngomong soal akrab, nih, kalian semua pasti udah akrab
dengan istilah orba yang sering diucapin sama kakak-kakak mahasiswa aktivis
kampus yang berambut gondrong, berkaus belel, dan bercelana denim sobek-sobek.
Orba, singkatan dari orde baru, mengacu pada era kepemerintahan Presiden RI
ke-2, sang Bapak Pembangunan: H.M. Soeharto. Buku karangan om Peter Kasenda
yang berjudul “Soeharto – Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32
Tahun?” ini, merupakan hasil meminjam dari teman gw yang sepertinya niat bikin
perpustakaan pribadi (abis bukunya banyak beut). Langsung aja kita kupas apa
isi buku ini.
Om Peter menceritakan secara objektif apa yang terjadi kepada Pak Harto selama dia memimpin negeri ini. Mulai dari caranya mengatasi gerakan 30 September di tahun 1965, mengambil sedikit demi sedikit peran presiden dari Bung Karno pada periode 65 s/d 67, hingga kemudian MPRS mengangkatnya menjadi pejabat presiden pada 12 Maret 1967, lalu kemudian diresmikan menjadi presiden menggantikan Bung Karno pada tanggal 27 Maret setahun kemudian. Buku ini kemudian menggambarkan kekuatan apa saja yang menjadi tumpuan Pak Harto hingga bisa menjadi penguasa negeri ini lebih dari 30 tahun lamanya. Mulai dari politik pembangunan yang ditopang dengan kekuatan keamanan dan stabilitas politik yang aman bagi investasi baik asing maupun dalam negeri, bantuan tindak represif organ militer, dan juga hegemoni golongan kekaryaan dalam pemilihan umum.
Era liberalisasi ekonomi membuat Indonesia mengalami lonjakan tajam dalam peningkatan penghasilan masyarakatnya secara umum. Berbagai lowongan kerja hasil dari pembukaan perusahaan-perusahaan baru di berbagai sektor berkat investasi dalam dan luar negeri menjadi salah satu indikator kemajuan. Di samping itu, keberhasilan pemerintah memenuhi kebutuhan dasar warganya, meski gw sendiri sangsi dalam kenyataannya hal itu terwujud secara maksimal, dibuktikan dengan peningkatan jumlah rakyat terdidik yang kemudian mampu menigkatkan taraf ekonomi masing-masing pribadinya. Akan tetapi, hal itu justru memicu lahirnya segmen masyarakat menengah yang berpenghasilan cukup dan berpikir kritis, sehingga pada akhirnya menyerang balik pemerintahan itu sendiri. Meski kritik itu tak pernah mencuat ke hadapan publik akibat tindakan represif aparat kepada siapa saja pihak yang coba kritis terhadap pemerintah.
Kritisme warga akibat pendidikan
yang menyadarkan, juga ditambah dengan tingkah polah orang-orang di sekeliling
Pak Harto – terutama dominasi anak-anak dan kawan dekatnya di kancah ekonomi
dan politik, akhirnya membuat rakyat semakin tidak puas akan keadaan pemerintahan.
Dipicu oleh krisis moneter 1997 yang membuat kondisi ekonomi Indonesia menukik
tajam, desakan untuk mengganti Pak Harto semakin deras. Rakyat semakin berani
terbuka mengkritik pemerintahan Pak Harto. Hilangnya banyak aktivis, lalu kematian
empat mahasiswa Trisakti yang diikuti dengan kerusuhan yang melanda ibu kota
esok harinya, membuat Presiden ke-2 Republik ini pun resmi berhenti dari
jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998.
Buku ini amat menarik menjadi
referensi sejarah perjalanan politik Soharto mulai dari sikapnya menghadapi
gerakan 30 September, strategi yang dijalankannya guna merebut kekuasaan, dan
akhirnya bagaimana cara beliau mempertahankan kekuasaan tersebut selama puluhan
tahun. Dalam perjalanannya berkuasa itu, tak jarang intrik dan konflik yang
menghampiri. Apa saja yang dilakukan demi menangkal konflik internal
pemerintahan dan, juga caranya mengatasi konflik internal Golkar sebagai alat
politik Soeharto kala itu, silakan dibaca sendiri bukunya. Sebagai buku dokumentasi
sejarah, gw anggap buku ini cukup kaya akan informasi dan juga referensi
buku-buku lain yang membahas tentang hal serupa. Selama buku ini dibaca tanpa
pretensi untuk menyudutkan pihak manapun, maka buku ini layak dibaca dan
dikaji. Sekian.
Comments
Post a Comment