My Opinion About The Book: "Pak Tua Yang Membaca Kisah Cinta"
Judul: Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta
Terjemahan dari: ‘Un Veijo que leia Historias de Amor’ terbitan
Tusquets Editores, Barcelona – Spanyol, 1989
Penulis: Luis Sepulveda
Penerbit: Marjin Kiri
Penerjemah: Ronny Agustinus
Tahun terbit: 2017, Agustus (Cetakan Kedua)
Nilai (antara 1 sampai 9): 8
Cover:
Welcome to mobile legend! Alaah,
ML ML kosong! Bikin orang autis aja! ML zaman sekarang, meski lebih positif
dari citra ML masa lalu, tetep aja kalo dibandingin mah enakan ML zaman
baheula. Ups. Itu cuman intro guys, enggak usah dipikirin. Mending baca buku,
biar pinter. Meski enggak bisa gue pungkirin juga sih, ada buku-buku yang sama
sekali enggak bikin pinter, justru malah bikin keblinger. Sesat pikir! Kafir!
Hahahaha. Udah dulu deh ngebacotnya. Untuk kesekian kalinya, gue bakalan
ngereview buku hasil pinjeman dari seorang kawan yang bercita-cita membuat
perpustakaan di masa depan. Kita doakan supaya cita-citanya itu terkabul.
Aamiin. Novel asal Amerika Latin karya Luis Sepulveda yang berjudul “Pak Tua yang
Membaca Kisah Cinta”. Mari kita simak kisahnya.
Alkisah di pedalaman Ekuador,
terdapat sebuah kampung di pinggir sungai bernama El Idilio. Di sana hiduplah seorang
pria tua bernama Antonio Jose Bolivar Proano. Hidup sendiri berkalang sepi
ditemani novel-novel cinta picisan yang didapatnya dari seorang dokter gigi
bernama dr. Rubindo Loachamin. Berkat pengalaman hidup dan usia kelewat
matangnya, sang lelaki tua memiliki wawasan luas terkait alam sekitar kampung
di sudut hutan Amazonia itu. Pergaulannya dengan suku Shuar, warga aseli
pedalaman hutan, membuatnya mengerti tentang cara menghadapi cuaca, serangan
makhluk buas, mengatasi racun, dan segala hal alam lainnya. Pengetahuannya itu
yang akhirnya membuat Pak Tua diterima sebagai warga El Idilio, meski sang
walikota membencinya.
Suatu hari El Idilio didatangi
tamu tak diundang, mayat pria bule yang terluka parah. Tubuhnya terkoyak di
sekitar dada hingga leher. Tak salah lagi, itu merupakan terkaman hewan buas.
Antonio Jose Bolivar Proano memperkirakan sosok mayat itu adalah pemburu. Hal
itu terbukti benar, setelah ditemukan kulit anak macan kumbang bersanding
dengan si mayat. Mengetahui ada induk macan kumbang yang sedang mengamuk, warga
desa panik. Walikota pun akhirnya menyusun siasat untuk memburu hewan buas
tersebut, setelah beberapa mayat lain ditemukan. Pak Tua Antonio Jose Bolivar
Proano (buset, namanya panjang amat seeeh) ditunjuk sebagai ketua tim pemburu.
Meski terkesan enggan, karena dirinya tengah asyik membaca novel, Pak Tua pun
mengikuti permintaan walikota. Gimana kisah perburuan mereka? Baca sendiri deh
novelnya.
Mengingat latar belakang Om
Sepulveda yang aktivis sekaligus jurnalis, kisah Pak Tua ini pun sedikit
mengupas kisah suku pedalaman, dalam novel ini suku Shuar, yang berjuang
melawan perubahan zaman yang terus-menerus menggerus habitat hidup mereka di
kawasan hutan. Pun novel ini menceritakan tentang keragaman kultur yang berbaur
di pedalaman Amerika Latin. Gue ngerasa related sama cerita di novel ini,
mungkin karena keadaan di pedalaman Amerika Selatan sono enggak jauh beda kayak
pedalaman negeri kita. Sekilas, pas baca novel ini, terutama di bagian tentang
perburuan macan kumbang, gue tiba-tiba keingetan sama novelnya Mochtar Lubis
yang berjudul “Harimau, Harimau!”. Tema yang diambil serupa, meski secara kisah
benar-benar berbeda, namun secara hikmah yang bisa direngkuh pembaca, mungkin
aja sama.
Lagi-lagi, penerbit Marjin Kiri
merilis novel Amerika Latin berukuran mungil. Hal yang membuat pembaca awam
kayak gue bersyukur. Ngeliat ukuran bukunya yang kecil, membuat gue bersemangat
untuk membacanya sekali tamat. Meski setelah dibaca isinya lumayan nyastra,
yang oleh sebagian orang awam pasti dianggap musingkeun, dan gue pun sempet
terengah-engah karena ngebaca karya sastra di tempat yang bising, tapi akhirnya,
novel om Sepulveda ini beneran tamat sekali baca. Terjemahan mumpuni khas om
Ronny Agustinus membuat gue nyaman baca novel ini sekali tamat. Novel sastra
yang komikal ini akan lebih asyik bila dinikmati di kala hujan turun sambil duduk-duduk
di teras menikmati kopi panas. Pokoknya mantabs. Amat recommended buat penikmat
novel sastra Amerika Latin.
Blog yang bagus.... semoga terus berkembang.......Saya ingin berbagi wawancara dengan Gabriel Garcia Marquez (imajiner) artikel di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2017/09/wawancara-dengan-gabriel.html
ReplyDelete